Pages

Khamis, 27 Februari 2014

mengenal diri itu apa

mengenal diri itu apa 
mengenal diri itu tiadanya kita 
mengenal dunia itu apa 
mengenal dunia itu tiada isinya 
mengenal awan kapas putihnya
mengenal gagak bulu hitamnya
mengenal gajah belalainya jua
mengenal harimau belangnya ada
mengenal manusia diatas namanya
mengenal Dia tiadanya kita
sarinya kita patinya Dia
sarungnya kita isinya Dia
wujudnya Dia adanya kita
adanya Dia wujudnya kita
bukan bercantum kita dan dia
bukan zat dua adanya
bukan diri seribu bangsanya
bukan kitab dua ertinya
bukan ada tiadanya ada
bukan tiada adanya jua
bukan ada kita jadinya
hanya rupa bayangan sahaja
amatilah wahai manusia adanya
fikirlahlah wahai manusia namanya
kau itu zatnya tiada
hanya madah tempat bicara
kau itu kenyataanNya jua
hamparan akan kehadiranNya
tempat nyataNya di bayangan dunia
ini cara bila bicara
tetapkan lidah dalam tekaknya
dirikan alif ditengah-tengahnya
kata yang satu itulah jua
pada kalam pembuka syariatnya
kata dan sabda tiada sama
satu lisan satu wadahnya
satu gurindam tiada bernada
satu lagu serta irama
kalau sungguh menyata kalamnya
katakan sungguh dalam rasanya rasa
" aku tiada .... "

BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH KUNCI KETENANGAN JIWA


BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH KUNCI KETENANGAN JIWA

Berserah diri kepada Allah merupakan ciri khusus yang dimiliki orang-orang mukmin yang memiliki keimanan yang mendalam, yang mampu melihat kekuasaan Allah, dan yang dekat dengan-Nya. Berserah diri kepada Allah bererti menyandarkan dirinya dan takdirnya dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Orang-orang yang beriman meyakini takdir ini dan mereka mengetahui bahwa Allah menciptakan semua peristiwa ini sesuai dengan tujuan Ilahiyah dan terdapat kebaikan dalam apa saja yang diciptakan oleh Allah. 

Orang-orang yang menghadapi semuanya ini dengan sabar dan bertawakal kepada Allah atas takdirNya akan dicintai dan diredhai Allah sehingga mereka mendapatkan kenikmatan, ketenangan, dan kegembiraan dalam kehidupan mereka, bahkan kegembiraan ini tidak hanya akan mereka rasakan semenjak di dunia ini. Mereka pun akan memperoleh syurga yang kekal abadi di akhirat. Inilah nikmat dan rahsia yang dijelaskan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman, kepada mereka yang mau berfikir.

“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Kerana itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS Ali ‘Imran, 3: 159).

biar gila biar dikata

biar gila biar dikata 
itu memang lumrahnya manusia
tahu sedap mulut sahaja 
asal puas pada hatinya
disangka alim sudah amalnya 
disangka benar sudah fahamnya
menyangkal segala bentuk bicara
berselera dengan apa yang ada
kata keramat hanya tersemat
pada mereka yang telah tamat
tiada terikat apa dilihat
tiada terasa apa disekat
lupakah kita cerita si gila
melaungkan azan jam tiga
semua marah memaki cerca
si gila jawab siapa yang gila
lupakah kita cerita pembunuh
akhirnya hidayah melimpah jatuh
terkejar malaikat mengukur jenuh
niatnya pembunuh terang bersuluh
lupakah kita cerita pelacur
hatinya bersih niatnya luhur
memberi minum anjing kebulur
syurgalah tempat pelacur yang jujur
bersabda sang nabi tentang iman
untuk manusia menjadi pedoman
dihimpunkan semua manusia ini zaman
tetap Abu Bakar menang ditimbangan
fahamkan ini wahai manusia
ambillah hikmah setiap yang ada
jangan berbalah menyalah pula
kita manusia sama sahaja ...

Bangkitkanlah dan sedarkanlah ruhmu




bangkitkanlah dan sedarkanlah ruhmu...
bermakna matikan dirimu seblum kamu mati.....
diri zahir adalah kubur diri hakikimu
ad dunia pula penjara bagi diri sejatimu

diri jasadmu, nafsu rendahmu, tuntutan2 keduniaan
adalah hijab, dinding pemisah yang menghalangmu 
mendekati Dia Sang Kekasih, al Haqq, al Wajibul Wujud
ingatlah dari mana asalmu, apa unsur diri sejatimu

kembalilah, kembalilah...ingatlah kembali
akan sumpah janji, ketahui amanah yang ruhmu sanggupi
berjalanlah di pentas dunia melakunkan watakmu
dalam tunduk, tawaddhu', taat, ikhlas, redha....

sehari di kehidupan akhirat adalah seribu tahun hayat dunia
jangan dipersia2kan anugerah kehidupan ini
pohanlah taufiq hidayah dariNya, carilah kebenaran 
agar terbit keCintaan penuh kerinduan di hatimu

andai masih tersimpan di sanubarimu sekelumit hasrat
untuk memiliki nikmat dunia, harta mahupun tahta
malulah kerana semua yang ada tetap milikNya jua
rezekimu jua sudah tertulis dalam ketetapanNya

belumkah puas lagi hatimu mengingin dan berkhayal
memiliki dunia seolah-olah ia bernilai dan berharga
sedang di sisi Sang Khaliq dunia lebih rendah dan hina
dari bangkai kambing cacat atau sebelah sayap nyamuk

belumkah kau mengerti bahawa yang diseru adalah
agar kau berusaha mencari anugerah dan redhaNya
tetapi bukanlah ia ada di alam yang akan binasa ini
ia tersedia di kehidupan sebenar, yang kekal lagi abadi

tulisanku adalah untuk diriku jua
agar hidup dzikrullah dan tafakur di hati
biar jangan pernah tertipu dengan kepalsuan
biarlah sentiasa merasa cukup dengan Allah rabbul 'Izzati

Rabu, 26 Februari 2014

Janganlah Bersandar Kepada Amal

Janganlah Bersandar Kepada Amal

Sungguh....

kita selalu tidak mempunyai perasaan malu mengaku sesuatu yang bukan haq kita...
Kerana setiap daya dan kekuatan hatta untuk beribadah, hakikatnya dari Allah swt jua..
Bahkan rohani yang mengingat Allah swt itu jua rahmat dari-Nya...bukan atas qudrat kita...
rohani itu juga merupakan urusan Allah swt...

...Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakan: "Roh itu dari perkara urusan Tuhanku dan kamu tidak diberikan ilmu pengetahuan melainkan sedikit sahaja... (maksud surah Al-Isra' ayat 85)

Oleh yg demikian, janganlah bergantung kepada amal...tetapi bergantunglah kepada Allah...agar dihindarkan Allah dari ria', ujub dan takbur...

kerana Allah swt tempat semuanya bergantung..
Setiap perintah amal ibadah serta larangan-Nya tetap perlu kita taati...

Rasulullah saw sendiri yang ketika hidupnya sudah dijamin syurga oleh Allah swt namun baginda tetap patuh dan istiqamah menunaikan perintah Allah swt...
Bagaimana pula keadaannya bagi kita yang lemah, jahil dan hina... ?

Andai ganjaran pahala, syurga, keistimewaan dan kedudukan yang dikejar Rasulullah saw, nescaya baginda sudah mengurangkan amal ibadahnya pada saat baginda mengetahui bahawa Allah swt telah menjamin tempatnya di syurga....

Namun baginda tetap tekun dan tidak sedikitpun mengurangi ibadahnya.. 
Nyatalah, sesungguhnya bukan ganjaran pahala, syurga, keistimewaan dan kedudukan yang menjadi matlamat Rasulullah saw dalam beribadah....

Maka, janganlah kita tersilap langkah bermatlamatkan ganjaran dalam beribadah...
ikhlaskanlah ibadah kita dalam penyaksian tauhid akan Alllah swt...

Bukan amal yang memasukkan seseorang ke syurga Allah...
Tetapi masuknya seseorang ke syurga Allah swt adalah dengan rahmat-Nya jua...
bukahkah Allah swt itu maha adil dan maha mengetahui?
tetapkanlah keyakinan kita...

wassalam

Selasa, 25 Februari 2014

Arti dan Pengertian Akhlak dalam Islam

Apakah akhlak itu? 

Jiwa manusia adalah sumber dan pangkal dari segala perbuatan dan kelakuannya. Jika jiwa seseorang baik maka segala perbuatan dan amalnya akan baik juga. Sebaliknya jika jiwanya jelek dan busuk maka segala amal perbuatannya akan jelek dan buruk pula. 

Sabda Rasulullah saw.:

 إنّ فى الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كلّه وإذا فسدت فسد الجسد كلّه، ألا وهي لقلب. 

“Sesungguhnya ada segumpal daging dalam tubuh manusia, jika daging itu baik menjadi baiklah tubuh orang itu, dan apabila daging itu busuk maka menjadi busuklah tubuh. Segumpal daging itu ialah hati.” 

Maka jika jiwa seseorang adalah sumber dan pangkal segala tingkah lakunya, maka dengan sendirinya perbuatan orang dan amalnya merupakan cermin dari apa yang terkandung di dalam dadanya. 

Dan karena jiwa itu adalah sesuatu barang ghaibyang tidak dapat diraba dan diketahui oleh manusia, maka kelakuan lahiriah dari seseorang menandakan baik-buruknya isi hai dan jiwanya. 

Ukuran baik-buruknya amal. 

Amal/kelakuan yang baik ialah yang disebut “khair” 

Amal/kelakuan yang buruk ialah yang disebut “syarr”. 

Amal kahir dianjurkan dan diperintahkan oleh Islam, sedang amal syarr dilarang dan dicegah. Dan inilah ukuran yang benar bagi semua perbuatan dan kelakuan. 

Ukuran “khair” dan “syarr” ini adalah dari Allah swt. maka karenanya merupakan suatu ukuran yang tetap tidak berubah-ubah dengan perubahan pelakunya atau perubahan waktu dan suasana serta keadaan, sebagaimana ukuran-ukuran yang dibuat oleh manusia yang selalu menjadi bahan pertentangan dan perselisihan antara para ulama dan cendekiawan yang walaupun mereka sudah menjajaki semua madzhab dan aliran, mereka belum sampai ke suatu titik yang dapat dijadikan pegangan. Pengarahan jiwa Jika manusia menurut kodratnya tidak dapat disifatkan baik atau buruk pada tingkat pertamanya. Ia sebagai kekuatan pendorongmasih dapat diarahkan menjadi baik dan dapat pula diarahkan menjadi buruk, bisa dibersihkan dan bisa pula dikotorkan, sebagaimana firman Allah: 

Firman Allah Surat Asy-syam ayat 7-10
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy Syams 7-10) 

Dan jika sebagian orang sifat-sifat baiknya lebih menonjol dari sifat-sifat buruknya, sedang sebagian yang lain lebih menonjol sifat-sifat buruknya, maka hal itu adalah pembawaan jiwa yang sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

 ألنّاس معادن كمادن الذهب والفضّة خيارهم فى الجهليّة خيارهم فى الاسلام إذا فقهوا. 

“Bahwasanya jiwa manusia itu adalah umpama tambang emas dan perak; mereka yang baik di waktu zaman jahiliyyah, tetap baik dalam suasana Islam, jika mengerti benar-benar ajaranIslam. 

Allah telah memberi pedoman bagi manusia untuk berakhlak mulia dan berbudi pekerti yang baik. Pedoman itu difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an seperti termaktub dalam surat Al-Baqarah ayat 177, surat Al-An’aam ayat 151, surat Al-israa ayat 23 dan banyak ayat-ayatlain yang kesemuanya memberi petunjuk bagaimana orang harus berperilaku menurut akhlak yang tinggi dan budi pekerti yang luhur. 

Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 177
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah 177).

Firman Allah Surat Al-An’aam 151-152
“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan carayang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (Al-An’aam 151-152).

Firman Allah Al-Isra' ayat 23-27
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (Al-Israa’ 23-27)

Tidak Tahu Hakikat Mati.

Tidak Tahu Hakikat Mati.

Orang takut menghadapi mati kerana 6 (enam) hal.

Mati tidak lebih dari suatu peristiwa jiwa berhenti memakai perkakasnya, perkakas itu ialah anggota. Jiwa meninggalkan badan laksana pemandu berhenti memakai mobilnya. Jiwa itu ialah Jauhar. Bukan jisim dan bukan aradh.

Jauhar.

Jauhar ialah bahagian tubuh yang paling kecil dan tidak boleh dibagi lagi. Jisim ialah tubuh. Tubuh dapat dibahagi, walaupun bagaimanapun kecilnya. Dan Aradh ialah sifat yang datang kepada jisim atau jauhar itu, misalnya kapas terbang. Kapas namanya jisim dan terbang namanya Aradh. Jauhar kejadian jiwa, berlainan dengan jauhar kejadian tubuh. Sebab jauhar adalah jiwa bersifat halus dan aib. Jauhar tubuh bersifat kasar. Sebab itu sangatlah berbeza kelakuan sifat dan perangai jauhar rohani itu dengan jauhar jasmani. Jika jiwa telah bercerai dengan badan, jauhar jiwa tidaklah mati, tetapi kembali kepada kekekalannya, terlepas dari ikatan alam zahir. Kerana jauhar itu tidak fana selama dia masih jauhar, dan zatnya tidaklah akan habis. Yang habis dan bertukar ialah Aradh yang datang kemudian.

Marilah kita perhatikan jauhar jasmani yang lebih rendah darjatnya dari jauhar rohani itu, kita selidik dengan saksama. Tidak akan hilang dan habis dalam hakikat kejauharannya, melainkan berpindah Aradhnya dari suatu sifat kepada sifat lain. Tetapi kauhar itu masih kekal dalam kejauharannya.

Misal air, boleh menjadi wap dan boleh menjadi api, tetapi tiap-tiap jauhar yang berkumpul menjadi air atau menjadi api itu kekal di dalam kejauharannya.

Demikian keadaan jauhar jasmani. Jadi tubuh kita sendiri tidak hilang kalau kita mati, tetapi berubah sifatnya dari tubuh manusia menjadi tanah, atau mengalir ke dalam batang pohon kemboja yang tumbuh di atas pusara itu. Atau sebahagian dari jantung kita mengalir menjadi sekuntuk bunga melati yang tumbuh di kuburan. Tetapi jauhar rohani tidaklah menerima pergantian dan pertukaran sifat, tidak menerima aradh pada zatnya, tetapi menerima sifat lebih sempurna dan lebih agung. Sebab itu dia tidaklah hilang. Maha Kuasalah Tuhan yang dapat membangkitkannya pula kelak, menurut asal kejadiannya.

2. Tidak Insaf Kemana Sesudah Mati.

Orang takut mati kerana dia tidak tahu ke mana akan pergi sesudah mati, dan tidak tahu bahawa jiwa itu kekal. Tidak tahu pula kaifiat dan keadaan hari kemudian. Orang yang demikian, pada hakikatnya bukanlah takut mati, tetapi tidak tahu barang yang mesti diketahui. Yang menimbulkan takut, ialah kebodohan. Bagi orang cerdik, kematian itu mendorongnya menghabiskan umurnya menuntut kemuliaan rohani. Mereka lebih suka bertanggang (berjaga), tidak tidur sampai larut malam kerana memikir hikmat. Mereka berkeyakinan bahawa kesenangan sejati di dalam kehidupan ialah terlepas dari kebodohan, terlepas dari kebingungan di dalam menilik rahsia alam. Kepayahan yang larut menimpa jiwa, ubatnya ialah mempelajari ilmu, itulah kelazatan dan kesenangan abadi.

Oleh sebab itu orang yang cerdik giat menuntut ilmu yang hakiki, dan dengan ilmu itu dapat menyelidiki bagaimanakah keadaan insan sesudah matinya. Seorang sahabat Nabi saw bernama Haritsah berkata kepada Nabi:

"Oh, Rasulullah, seakan-akan hamba lihat Arasy Tuhan terbentang nyata di mataku. Seakan-akan lihat ahli syurga itu hidup di dalamnya bersuka-suka, berziarah-ziarahan. Seakan-akan hamba lihat pula ahli neraka menerima seksanya, melaknati yang satu kepada yang lain".

Apa yang dilihat oleh Haritsah ini diperoleh dengan menyelidiki hakikat diri, dan menyelidiki hubungannya dengan keadaan badan kasar, bagaimana khasiat dan pengaruh jiwa, apa yang disukainya dan apa pantangnya. Hadapkan ke mana tujuan kesucian dan hindarkan dari kerendahan yang menghalangi kesempurnaannya. Kerana kehendak rohani yang suci amat berbeza dengan kehendak ikatan badan yang kasar.

Islam menyuruh kita berfikir, menyelidiki dan merenungi, disuruhnya bangun tengah malam, waktu gelap membawa kesunyian, di waktu cahaya yang lahir gelap dan cahaya batin terang, maka dari alam ghaib akan menyorotlah cahaya abadi kepada yang ghaib itu. Disuruhnya memperhatikan keadaan alam bagaimana unta terjadinya, bagaimana langit terbentang, keadaan bukit di bumi, dan keadaan bumi terhampar.

Tatkala para budiman mengetahui bahawa kesempurnaan jiwa ialah dengan ilmu, dan kesengsaraan ialah kerana kebodohan, serta difikirkan mereka pula bahawa ilmu itu adalah ubat dan bodoh itu penyakit, tidak ada jalan lain lagi, maka mereka perdalam pengertian, perhalus permenungan, sehingga sampai ke dalam jiwa dan rongga hati. Lantaran itu timbullah pendirian yang lain daripada pendirian orang, pendirian yang menyebabkan takut mati. Pendirian itu ialah memandang bahawa barang barang lahir ini pada hakikatnya tidak ada harganya, datangnya dari Adam (tak ada) dan akan kembali kepada Adam pula. Mereka berkeyakinan bahawa dunia, meskipun bagaimana dibesarkan, tidak akan lebih dari kampung yang sempit, yang mengikat, yang menghalangi manusia mencari rahsia alam ghaib, alam yang lebih indah. Kampung tempat singgah berhenti sebentar.

Timbulnya keyakinan mereka bahawa harta benda, kekayaan, kesenangan lahir dan segala ikhtiar mencapainya, semuanya tidak kekal dan lekas sirna, lekas hilang. Menyusahkan jika terkumpul, mendukacitakan jika hilang.

Buat para budiman, segala harta benda, kekayaan dan lain-lain itu mereka pergunakan sekadar yang perlu. Datanglah kalau mahu datang, akan mereka terima. Pergilah kalau mahu pergi, akan mereka lepas. Mereka tidak hidup berlebih-lebihan. Sebab semuanya mengajar manusia haloba dan tamak. Bilamana manusia telah sampai kepada suatu tingkat, dia hendak meningkat kepada yang lebih tinggi lagi. Yang membatas hanyalah kubur juga. Ini harus dibatasi dengan kesedaran.

Mati yang sebenarnya ialah jika manusia diikat dunia, harta benda dan kekayaan, menjaga dan memeliharakan barang palsu, yang tidak ada harganya untuk dijunjung, yang kerap meninggalkan kita lebih dahulu, atau kita tinggalkan lebih dahulu.

Hukama membagi kematian itu kepada dua macam:


  1. Kematian Iradat.
  2. Kematian Tabiat.


Kehidupan mereka bagi dua pula:


  1. Kehidupan Iradat.
  2. Kehidupan Tabiat.


Kematian Iradat, ialah mematikan kemahuan dari dunia yang tidak berguna, ambil yang perlu saja, matian syahwat dari kehendak yang di luar batas, matikan nafsu kehalobaan dan tamak, matikan memburu harta sehingga melupakan kesucian. Lalu dijuruskan iradat itu kepada hidup yang lebih tinggi.

Kematian Tabiat, ialah bilamana jiwa telah meninggalkan badan. Para Hukama membuat pepatah:

"Matilah Sebelum Mati".

Kehidupan Iradat, ikhtiar menghidupkan jiwa di dalam kemuliaan di dalam ilmu pengetahuan, di dalam menyelidik hakikat alam yang jadi peta dari hakikat kebesaran Tuhan.

Kehidupan Tabiat, ikhtiar menghidupkan jiwa di dalam kemuliaan di dalam ilmu pengetahuan, di dalam menyelidik hakikat alam yang jadi peta dari hakikat kebesaran Tuhan.

Plato berkata:

"Matilah dengan iradat, tetapi hiduplah dengan tabiat".

Imam Ali bin Abi Thalib berkata:

"Siapa yang mematikan dirinya di dunia, bererti menghidupkannya di akhirat".

Demikian tafsir dari kedua keterangan ahli hikmah Barat dan Timur itu.

Dengan demikian, siapa yang takut menghadapi mati, ertinya takut menempuh kesempurnaan. Kesempurnaan manusia itu adalah dalam tiga fasal: hidup, berfikir dan mati.

Raghib Asyfahani berkata:

"Manusia dan kemanusiaan itu tidak seperti kebanyakan persangkaan orang, iaitu hidupnya cara hidup binatang dan matinya cara kematian binatang pula. Berfikir di dalam makhluk itu hanya pada manusia saja. Kehidupan manusia adalah sebagai yang dinyatakan di dalam Al-Quran:

Ertinya:

"Untuk memberi ingat kepada orang yang hidup".

"Mati manusia lain dari mati binatang. Mati manusia ialah mati syahwatnya, mati amarahnya, semua terikat ole kehendak agama". Sekian kata Raghib.

Sebab itu, dengan sendirinya dapat difahami, bahawa mati itu ialah kesempurnaan hidup. Dengan kematian manusia sampai kepada puncak ketinggiannya. Barangsiapa yang tahu bahawa segala isi alam ini tersusun menurut undang-undangnya, dan undang-undang itu mempunyai jenis dan fasal (sifat), siapa yang faham bahawa kehidupan itu harus ditempuh jenis manusia, dan sifatnya ialah berfikir dan mati, maka akan faham pulalah dia bahawa mati wajib ditempuhnya, untuk menyempurnakan sifatnya. Kerana tiap-tiap yang telah tersusun dari suatu benda, akhirnya dia akan surut kepada benda itu juga.

Kalalu demikian adanya, cubalah tilik, siapakah yang lebih bodoh dari orang yang takut menempuh kesempurnaan?

Siapakah yang lebih bodoh daripada orang yang lebih suka tinggal di dalam kekurangan? Siapakah yang lebih sial daripada orang yang menyangka bahawa dengan kekurangan dia telah sempurna?

Orang yang dalam kekurangan, takut menempuh kesempurnaan, adalah tanda kebodohan yang paling besar.

Oleh kerana takut mati adalah penyakit yang timbul lantaran kebodohan, maka hendaklah orang yang berakal merasai benar bahawa hina dirinya kalau dia lebih suka dalam kekurangan. Seorang berakal hendaklah merindui kesempurnaan. Hendaklah disiapkan dan dicarinya bekal untuk mencari sempurna itu, dibersihkannya, dipertingginya kedudukannya, diawasi jangan jatuh ke dalam jerat. Diyakininya bahawasanya Jauhar jasmani jika manusia mati, akan kembali ke tanah, dan Jauhar rohani akan kembali kepada Tuhan.

Dengan terpisah jasmani dengan rohani, terlepaslah rahani itu dari ikatan, dia lebih merdeka, lebih suci dan lebih tinggi darjatnya, dia berada sebagai jiran Rabbul Alamin, bercampur gaul dengan arwah yang suci-suci.

Dengan segala keterangan ini dapatlah disimpulkan, bahawa orang yang amat takut meninggalkan dunia, takut perceraian tubuh dengan jiwa, adalah tersasar fikirannya, meminta barang yang tidak boleh terjadi, bodoh dan tidak mengerti. Seakan-akan orang yang tinggal di rumah yang kecil, akan pindah ke rumah besar, enggan hatinya akan meninggalkan rumah kecil itu, kerana selema ini telah biasa hidupnya di sana, serasa-rasa tidaklah senak itu yang akan dikecapnya di rumah besar. Kelak setelah tinggal di rumah besar itulah baru dia insaf bahawa persangkaannya telah salah dahulunya.

Dengan pindah rumah dapat dimisalkan dari alam sempit, kendungan ibu, menangis ketika lahir. Padahal lama di dunia, kita pun betah (suka) tinggal di sini. Demikian pula pindah dari dunia ke akhirat, melalui maut. Yang gelisah hanyalah di hari kita pindah itu. Dan hari pindah itu tidaklah lama. 

3. Takut Kena Seksa.

Orang yang takut mati lantaran akan diseksa di akhirat oleh kerana dosa-dosanya, pada hakikatnya bukanlah takut mati, tetapi takut kena seksa. Kalau demikian halnya, tandanya ia mengakui sendiri bahawa dia berdosa, pernah mengerjakan yang terlarang atau menghentikan yang disuruh, yang menyebabkan dia dapat seksa. Tandanya dia pun merasa bahawa kelak sesudah matinya perkaranya akan dibuka di akhirat, di hadapan Hakim Yang Maha Adil, yang diseksaNya ialah pekerjaan jahat, bukan pekerjaan baik. Di sini nyata sekali bahawa orang ini bukan takut mati, tetapi takut mengingat balasan dosanya. Maka ubatnya,hendaklah segera singkirkan dosa itu dan jauhilah jalan yang membawa kepada dosa. Segala kesalahan yang telah terlanjur hendaklah mohonkan ampunnya kepada Tuhan, serta taubat nasuha, berjanji tidak akan mengulangi segala kesalahan yang menimbulkan dosa itu.

Pekerjaan jahat yang menimbulkan dosa, terbit dari budi pekerti yang rendah. Sebab itu berusahalah membersihkan budi, memperhalus perangai dan kesopanan. Sebab tiap-tiap orang yang mempunyai kesopanan dan budi pekerti, merasa malu dan berat mengerjakan dosa.

4. Tidak Tahu Kemana Diri Sesudah Mati.

Orang yang tidak berilmu takut mati, lantaran mengingat dia akan ditinggalkan seorang diri di liang lahat yang kelam, tidak berteman seorang jua. Orang yang takut mati lantaran mengingat kubur, adalah tanda kebodohan juga.

Kubur bukanlah perhentian rohani, kubur adalah perhentian jasmani. Bukan di dalam kuburan saja tempat perhentian itu. Lihatlah orang yang mati di dalam kapal dan dilemparkan mayatnya ke lautan, entah masuk perut ikan, entah sampai ke dasar laut, tidaklah kita tahu. Orang Hindu dibakar orang mayatnya, orang Mesir dahulu kala dibuatkan mummi, dibalsemnya mayat itu, tahan tidak rosak beribu-ribu tahun. Ada juga mayat telah bertahun-tahun dikuburkan, tidak rosak-rosak, seperti yang ditemukan di Bandung awal tahun 1936, mayat dua orang yang berdekatan kuburnya tidak rosak. Tidaklah menjadi pertanggungan bahawasanya badan yang tidak rosak itu ada hubungannya dengan keselamatan jiwa, semuanya telah kembali kepada tanah. Tempat jiwa tersisih sendiri, malahan agaknya lebih ramai hidupnya di dalam alam barzah itu daripada kehidupan kita di dunia ini. 

Sebab itu, orang tak boleh takut menghadapi mati lantaran badan akan tinggal seorang diri dalam kuburan. Sebab perasaan tidak ada pada orang mati, perasaan telah dibawa oleh rahoni. Badan akan hancur, bukanlah badan itu yang ditanyai atas amalnya, tetapi rohani.

5. Takut Sedih Akan Meninggalkan Harta Dan Anak.

Ada pula orang yang takut sedih akan meninggalkan dunia, bukan lantaran takut kematian, tetapi sedih meninggalkan harta, sedih meninggalkan anak. Ada orang yang bersedih hati sebab akan bercerai berai dengan kepelesiran dunia, sayang umurnya yang masih muda.

Orang ini bukan takut, tetapi bersedih hati saja. Hendaklah ingatkan kepadanya bahawa penyakit sedih hati itu berbahaya sekali. Dia melekaskan datangnya penyakit sebelum waktu. Dia telah bersedih memikirkan barang yang tidak ada harganya disedihkan.

Itulah gunanya didikan agama yang selalu memesankan supaya manusia tidak mencintai nikmat tetapi cintailah yang memberi nikmat.

6. Kesimpulan Tentang Takut Mati.

Takut mati adalah kerana orang tak tahu apa hakikat mati itu. Atau tidak tahu ke manakah dirinya dan jiwa raganya akan pergi, atau disangkanya bila badannya dan jiwanya telah bercerai dari tubuh hancur di dalam kubur, jiwanya pun turut rosak pula. Alam akan terus kekal, orang lain akan terus mengecap nikmat alam, sedang dia tidak ada lagi di sana, demikianlah sangkanya. Atau disangkanya bahawa kematian itu adalah sakit yang paling hebat, lebih sakit dari segala macam penyakit. Dia tidak tahu bahawa mati itu bukan penyakit. Salah seorang berkata bahawa segala penyakit ada ubatnya, kecuali mati, sebab mati itu bukan penyakit. Ada juga orang yang takut mati lantaran takut seksa.

Semuanya timbul lantaran kebodohan.

Padahal, adalah manusia ini termasuk isi alam yang luas, segala alam ini awalnya tiada, tengahnya ada dan kahirnya lenyap. Orang yang tak suka lenyap, ertinya tak suka ada. Orang yang tak suka ada, ertinya lebih suka rosak badannya. Jadi orang itu mempunyai perasaan suka rosak dan suka tidak rosak, suka ada tetapi tidak suka ada. Suka hidup lama, tetapi tak suka tua. Semua adalah barang yang mustahil yang tidak masuk akal orang yang berfikiran waras. Jadi fikiran begini, tidaklah waras.

Kalau nenek moyang kita tidak mati-mati, akan sampaikah agaknya kehidupan itu kepada kita? Kalau manusia kekal saja, tentu kita tak perlu ada. Kalau nenek moyang itu masih hidup saja sampai hari kiamat, dan kita lahir pula, tentu dunia kesempitan manusia.

Misalkan Sayidina Ali bin Abi Thalib masih hidup, dan masih tetap beranak, dan anaknya itu beranak pula, cucunya itu beranak pula, dan anak cucunya itu beranak pula, dan setahun kemudian Ali beroleh putera lagi, dan putera itu beranak pula, dan cucu dari cucunya itu beranak juga sedang antara dua tahun di belakang kembali Saidina Ali beranak.

Kalau kita misalkan Sayidina Ali hidup sampai sekarang isterinya empat orang beranak sekali setahun, tentu anaknya sampai sekarang tidak akan durang dari 1,300 orang, dan yang lahir tahun pertama akan beranak pula 1,280 orang, dan cucunya dari anak yang pertama itu akan beranak 1,260 orang. Cubalah perkalikan dan jumlahkan jutaan turunan Sayidina Ali saja.

Keturunan Sayidina Ali sendiri sajakah yang harus memeruhi dunia? Belum dihitung orang yang lebih tua daripadanya, seperti Plato, Socrates dan lain-lain.

Di dinding istana seorang raja Arab ada tulisan, begini bunyinya:

"Dengan nama Allah Yang Pengasih lagi Penyayang. Ingatlah, engkau duduk sekarang di sini kerana ada yang telah pergi".

Kalau manusia kekal saja sejak Nabi Adam sampai sekarang agaknya kalau ditambah tempat tinggal 3 (tiga) kali bumi lagi, tidaklah akan mencuupi. Sedangkan ada yang mati menurut aturan yang dibuat Allah Taala, lagi sudah juga seisi dunia memikirkan krisis kelebihan manusia buat zaman yang akan datang, sampai terbit teori Neo Malthusianisme!

Fikirkanlah dunia, fikirkan kemanusiaan, fikirkan alam dngan enang! Di sana kelak kita tahu bagaimana adil dan maha murahnya Tuhan. Di sinilah perbezaan kepercayaan Islam dengan agama Nasrani.

Menurut orang Nasrani, kematian itu adalah dosa. Bagi Islam, kematian itu adalah keadilan Tuhan, belas kasihan Tuhan kepada hambaNya, disuruh pergi kedunia, dan kemudian dipanggil pulang. Mengapa ke dunia? Iaah beramal dan beribadat, berjuang dalam hidup. Kalau orang bersungguh-sungguh memperbaiki hidupnya, inginlah dia hidup supaya sesudah hidup itu dia beroleh kematian dengan kematian itu ialah nikmat, yang kerananya harus kita mengucapkan kesucian bagi Tuhan.

"Maha Sucilah Tuhan Yang di tanganNya segenap kekuasaan, dan Dia berkuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya diberi sajian atasmu, siapakah di antara kamu yang lebih baik amalannya". (Al-Mulk: 1-2).

Di dalam ayat ini didahulukan menyebut mati dari menyebut hidup, supaya orang ingat jalan yang akan ditempuh sebelum orang berjalan, ingat akibat sebelum melangkah. Nyata benar bahawa orang yang takut mati, ertinya orang yang takut menerima nikmat Tuhan tidak sudi menerima anugerahNya dan pemberianNya.

Maka nyatalah sekarang bahawa mati itu tidaklah azab dan seksa bahkan ada orang yang mendasarkan kematian atas dosa, iaitu dalam ajaran agama Kritian. Kematian bukanlah seksa. Seksa hidup ialah takut mati, bukan mati. Di atas sudah diterangkan mati itu hanya perceraian tubh kasar dengan tubuh halus. Perceraian itu bukan pula merosak tubuh halus, cuma sangkarnya saja yang rosak, iaitu tubuh kasar. Tubuh halus tetap ada, kekal! Dia tidak mempunyai keperluan seperti keperluan tubuh, dia tak perlu makanan dan minuman, tidak akan berebutan harta dan rezeki, tidak perlu berebutan rumah tempat tinggal, alamnya bukan alam kita ini. Jika dia sampai ke dalam alam yang demikian, dekatlah dia kepada Tuhannya, di sanalah dibuka perhitungan amal dan jasanya, mana yang baik menerima upahan baik, mana yang jahat menerima ganjaran jahat.

Sifat Qona'ah dalam Mendekatkan Diri Pada Allah

Berfirman Allah SWT. : 

Artinya : Barangsiapa mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia beriman, niscaya Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik". (QS. An-Nahl: 97). 

Ahli tafsir banyak yang mengatakan bahwa "Kehidupan baik di dunia itu ialah Oana'ah (menerima atau merasa...hentinya suatu keinginan terhadap yang telah diberikan ..., dan tidak ada lagi suatu keinginan untuk .....dari yang sudah ada itu yang dimaksud dengan Qana'ah. 

Sedangkan Qana'ah itu sendiri mengandung lima unsur, antaranya ialah : Menerima dengan rela apa yang ada. Memohon kepada Allah tambahan yang pantas, dan berusaha. Menerima dengan hati sabar akan takdir Allah. Mertawakkal kepada Allah SWT.. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia. 

Yaitu sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim itu adalah Qana'ah, bahwa kita telah yakin setelah menilik pada lima unsur di atas, sebab kita dapat menenangkan hati, bahkan telah menjadi suatu modal yang tidak dapat mengenal itu hanya dengan Qana'ah. 

Rasulullah saw. telah bersabda : 

Artinya : "Qana'ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap". (HR. Thabrani dari Jahit) 

Orang-orang fakir itu diibaratkan orang-orang yang ... meninggal dunia, kecuali orang-orang yang telah dihidupkan oleh Allah SWT. dengan satu kehidupan dengan ....Qana'ah. Menurut pendapat dari seseorang. 

Sedangkan menurut dari pendapat Abu Zakaria Al-Ans..... bahwa yang dimaksud dengan Qana'ah ialah merasa ,,,, cukup dengan apa yang sudah dimiliki dan yang sudah .... memenuhi kebutuhannya, baik yang berupa makanan, maupun yang berupa pakaian ataupun yang lainnya. 

Ibarat Raja yang tidak mau bertempat tinggal kecuali didalam hati orang yang mukmin, itulah arti Qana'ah memual dari pendapat Bisyr Al-Hafi, akan tetapi menurut pendapat Abu Sulaiman Ad-Darani, Qana'ah itu karena rela akan kedukannya sama dengan Wara' karena Zuhud. 

Qana'ah itu adalah permulaannya rela, sedangkan Wajib itu adalah Zuhud, namun menurut pendapat dari yang .... ialah Qana'ah itu adalah suatu sikap tenang sebab tidak .... sesuatu yang dibiasakan. 

Seseorang yang mempunyai sifat Qana'ah itu telah memagar hartanya dengan apa yang ada di dalam tangannya .... juga menjaga agar tidak menjalar kepada yang lainnya. 

Suatu sikap yang telah dijadikan tuntutan bagi seorang tokoh shufi itu adalah sifat Qana'ah, sebab mereka itu akan keluar dari ajakan nafsu terhadap dunia serta kemewahan, maka orang Shufi mempunyai sikap Qana'ah. 

Yang mana suatu keinginan nafsu kepada dunia ini tidak akan pernah merasa puas, bahkan akan membawa manusia selalu disibukkan dengan segala urusan dunia, sehingga menajdi lupa dan lalai untuk mempersiapkan akan kehidupan aherat 

Telah mengatakan Abu Bakar Al-Maraghi bahwa seseorang yang berakal sehat itu adalah orang yang mengatur dunia dengan cara sikap Qana'ah serta dengan mempersulit diri, mengatur urusan dunia dengan sikap loba dan... percepat, mengatur urusan Agama dengan ilmu dan Jihad. 

Qana'ah itu adalah meninggalkan angan-angan terhadap ....itu yang tidak ada, dan menganggap sudah cukup dengan ..... yang sudah ada, itulah yang telah dikatakan oleh Abu ..... bin Khafif. 

Bahkan sikap Qana'ah itu adalah suatu sikap yang bisa mendidik manusia supaya bersyukur atas nikmat Allah SWT., dan dengan bersyukur kepada Allah SWT. itu akhirnya manusia dapat memperbanyak ibadah kepada Allah SWT., sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya adalah sebagai berikut: 

"Jadilah kamu orang yang Wara', dengan demikian kamu menjadi orang yang lebih beribadah, dan jadilah kamu orang yang bersikap Qana'ah, maka dengan demikian kamu menjadi manusia yang lebih banyak bersyukur kepada sesama manusia". (HR. Baihaqi dari Abu Hurairah). 

"Orang yang berakal sehat adalah orang yang mengatur .... dunianya dengan sikap Qana'ah, dan mengatur urusan ..... atau Agamanya dengan ilmu pengetahuan dan juga ....". Itulah yang dikatakan oleh Abu Bakar Al-Maghribi. 

Sedangkan Muhammad bin Turmidzi telah berkata bahwa ...... merasa lapang dengan rezki yang telah diberikan oleh Allah SWT. kepadanya,, dan telah menjadi hilang rasa tamaknya terhadap sesuatu yang tidak dicapainya. 

Prof. Dr. Hamka telah menerangkan panjang lebar tentang makna Qana'ah, di dalam Tashawwuf modern. Beliau menerangkan bahwa barangsiapa yang telah memperoleh rizki yakni sudah dapat makan pagi dan petang, maka janganlah merasa ragu dan sepi. 

Dalam mencari rizki kita tidak dilarang dan malah yang dilarang adalah berpangku tangan atau bermalas-malasan, karena yang demikian itu bukanlah yang disebut Qana'ah akan tetapi suatu kemalasan. 

Untuk itu kita harus bekerja, sebab manusia hidup di dunia ini haruslah bekerja, karena bekerja adalah termasuk kategori dalam ibadah kepada Allah SWT.. Dan seharusnya kita menjadi yakin bahwa di dalam hal bekerja pun pasti ada yang kalah dan ada juga yang menang, jadi kita bekerja itu janganlah memandang harta yang telah' ada belum mencukupi, namun artinya hidup di dunia tidak boleh menganggur atau bermalas-malasan. 

Firman Allah SWT. yang telah menyatakan bahwa : "Dia akan memberikan rizki kepada mereka dengan rizki yang baik". (QS. Al-Hajj: 58), maksudnya ialah Qana'ah. 

Yang dimaksud Qana'ah menurut satu pendapat adalah di dalam sesuatu yang ada itu telah menganggap cukup dan tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang tidak ada hasilnya sama sekali. 

Lain lagi dengan apa yang telah dikatakan oleh Wahhab : "Kemuliaan dan kekayaan itu akan berkeliling mencari teman, dan mereka akan menetap bila sudah menemukan Qana'ah". 

Barangsiapa yang Qana'ahnya gemuk, maka dia akan mencari makanan yang pasti ada lemaknya dan barangsiapa yang mengembalikan diri kepada Allah SWT. di dalam segala hal, maka dia akan diberi rizki, mendapat dari yang lainnya. 

Dalam kalangan orang-orang yang tidak paham dengar rahasia Agama maka hal ini telah menimbulkan salah sangka.Mereka telah menuduh bahwa Agama itu memundurkan hati yang telah bergerak. Yang menyebabkan manusia malas yaitu Agama, karena telah mengajak kepada para pemeluknya untuk selalu membenci dunia, maka terima saja apa yang ada, terima .aja takdir jangan berikhtiar melepaskan diri. 

Persangkaan pemeluk Agama dan anggapan yang demikian itu adalah sangat salah, karena mereka menyangka bahwa yang disebut dengan Qana'ah itu adalah menerima saja apa yang ada, sampai-sampai mereka tidak berikhtiar lagi. 

Padahal Agama menganjurkan kepada para pemeluknya untuk berusaha dan bekerja keras agar bisa bersodaqoh, infaq, membangun Masjid, menuntut ilmu yang setinggi mungkin, mendidik ummat dan lain sebagainya, supaya ummat Islam tidak menjadi terbelakang. 

Agama menyuruh untuk Qana'ah itu sebenarnya Qana'ah hati bukan Qana'ah ikhtiar, oleh karena itu sahabat Rasulullah saw. yaitu orang-orang yang kaya raya memperniagakan harta benda keluar negeri dan mereka juga termasuk orang-orang yang Qana'ah, adapun faedah dari Qana'ah itu adalah sangat besar di kala harta itu telah hilang dengan secara tiba-tiba. 

Sebagian dari para Ulama' pernah ditanya mengenai Qana'ah, "Siapakah orang yang paling Qana'ah ?" Kemudian dia menjawabnya : "Yaitu orang yang selalu memberikan pertolongan, kendatipun kekayaannya hanya sendikit". 

Dan telah disebutkan di dalam kitab Zabur bahwa orang yang Qana'ah itu adalah orang yang kaya meskipun serba kelaparan, akan tetapi menurut satu pendapat, bahwa Allah SWT. telah meletakkan lima hal di dalam lima tempat yaitu: 

Pertama : Kemuliaan di dalam taat. 

Kedua : Kehinaan di dalam maksiat. 

Ketiga : Kehebatan di dalam melaksanakan shalat malam. 

Keempat : Kebijaksanaan dalam hati yang kosong. 

Kelima : Kekayaan di dalam Qana'ah, 

Maksud dari Qana'ah itu sangat luas yaitu Qana'ah adalah menyuruh manusia untuk betul-betul percaya akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan manusia, di samping itu juga Qana'ah juga menyuruh kepada manusia untuk selalu sabar di dalam menerima ketentuan Ilahi apabila ketentuan tersebut tidaklah menyenangkan. 

Bukan itu saja Qana'ah juga menganjurkan manusia untuk selalu bersyukur atas pinjaman Allah SWT. berupa nikmat, dan dalam hal demikian ini manusia masih disuruh untuk tetap bekerja keras, dengan sekuat tenaga juga harta benda, sebab manusia selalu disuruh untuk mencari rezki selama manusia itu masih hidup di dunia. 

Bukannya kita bekerja itu untuk mencari tambahan yang telah ada dari merasa tidak cukup dengan yang ada di dalam tangan kita, akan tetapi kita bekerja itu adalah merupakan kewajiban selama hidup di dunia. 

Untuk menghadapi kehidupan, maka Qana'ah adalah merupakan modal yang tidak akan dapat hilang dan orang yang mengatakan bahwa Qana'ah itu dapat melemahkan akal fikiran dan juga hati itu adalah sangat salah. 

Dengan Qana'ah dapat menimbulkan orang-orang untuk mencari rizki dengan cara sungguh-sungguh dan betul-betul, dan orang yang memiliki sifat Qana'ah itu tidak mengenal rasa takut dan juga gentar, tidak mengenal akan keragu-raguan juga syak, akan tetapi fikirannya sangatlah kuat, dalam hal bertawakkal kepada Allah SWT. juga kuat.

Telah dikatakan oleh Ibrahim Ai-Masatsani bahwa : "Balaslah lobamu dengan Qana'ah sebagaimana engkau membalas musuhmu itu dengan Qishash (hukum potong atau bunuh). Sedangkan yang dikatakan oleh Dzun Nun Al-Misri adalah : 

"Barangsiapa yang telah menerima ketenangan dari hasil pekerjaannya, maka sesungguhnya dia telah memberikan suatu kenikmatan kepada semua orang". "Barangsiapa yang telah menjual loba dengan Qana'ah, maka dia akan memperoleh kemuliaan dan juga harga diri" situlah yang telah dikatakan oleh Muhammad Ai-Kattani. 

Di samping itu juga sebagian dari para Ulama' mengatakan bahwa barangsiapa yang kedua matanya memandang kekayaan orang lain, maka dia akan selalu berduka cita. Oleh karena itu telah berkata para Ulama' sebagai berikut : 

Sebaik-baiknya pemuda adalah orang-orang yang tidak memperoleh apa-apa dari hari ke hari, Dia adalah orang yang kaya karena memperoleh kemuliaan dan kelaparan. Firman Allah SWT. yang menerangkan tentang Qana'ah di dunia adalah berdasarkan pada surat Al-Infithar ayat 13, yang artinya adalah sebagai berikut: 

"Sesungguhnya orang-orang yang baik berada di surga Na'im". (QS. Al-Infithar : 13). 

Sedangkan ayat 14 itu menerangkan orang loba di dunia, yang mana artinya adalah sebagai berikut : "Sesungguhnya orang-orang yang jahat berada di neraka jahim". 

Menurut satu pendapat yang dimaksud dengan surat Al- Balad ayat 12-13 itu adalah tentang memerdekakan budak dari rendahnya loba, dan menurut sebagian yang lain surat Al- Ahzab ayat 33 adalah menerangkan tentang kikir dan loba. 

Dan dalil-dalil yang menunjukkan tentang Qana'ah itu adalah : 

(a). Terdapat di dalam surat Hud ayat 6 : 

Artinya: "Tiada sesuatu yang melata di bumi, melainkan di tangan Allah rizqinya". 104 Samudera Ma'rifat 

(b). Hadits Riwayat Bukhari Muslim: 

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi saw. bersabda : Kekayaan itu bukan karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati". (HR. Bukhari - Muslim). 

Untuk itu supaya kita menang, dapat jaya di dalam dunia dan akhirat, maka berjalanlah dalam daratan bumi, makanlah rizki yang telah dianugerahkan. Dan Manusia itu tidak akan berhasil, hanyalah dari usahanya, dan kelak segala usaha itu akan diperlihatkan.