Pages

Ahad, 24 Jun 2018

Dzikir adalah penghidup hati

Assalamu'alaikum

Bismillahirrohmanirrohim

sesungguhnya dzikir adalah penghidup hati yang hakiki.

Dzikir merupakan makanan pokok bagi hati dan ruh. Apabila (jiwa) seseorang kehilangan dzikir ini, maka ia hanya bagaikan seonggok jasad yang jiwanya telah kehilangan makanan pokoknya.

Sehingga tidak ada kehidupan yg hakiki bagi sebuah hati, melainkan dgn dzikrullah (mengingat Allah). Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata  : "Dzikir bagi hati, bagaikan air bagi seekor ikan. Maka, bagaimanakah keadaan seekor ikan jika ia berpisah dengan air?”

Dari penjelasan di atas, jelaslah sesungguhnya tidak ada penawar bagi orang yg hatinya gersang dan selalu gelisah, resah, dan gundah, melainkan hanya dengan dzikrullah.

Dzikrullah dapat dilakukan dgn dua cara, dengan mengingat Allah dan banyak berdzikir dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil (mengucapkan Laa ilaha illallaah), ataupun bertakbir.

Dan dengan memahami makna-makna al Qur`an dan hukum-hukumnya; karena di dalam al Qur`an terdapat dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang jelas, serta bukti kebenaran yang nyata.

Namun, masih banyak diantara kita kaum Muslimin yang belum memahami hal ini. Bahkan, untuk mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa, justru mencari-cari solusi selainnya.

Padahal kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki tidaklah mungkin dihasilkan melainkan hanya dengan dzikrullah.

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “…Sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan) ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala (dgn melakukan ketaatan kepadaNya)… sehingga, barangsiapa yang tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dariNya, kelezatan dariNya, kemuliaan dariNya, dan kebahagiaan dariNya untuk selama-lamanya.

Jumaat, 1 Jun 2018

Tidak Menyembah Jika Tidak Melihat

Tidak Menyembah Jika Tidak Melihat

Imam Ja’far ash Shadiq, salah seorang ulama sekaligus auliyah dari keturunan Nabi SAW, yakni dari pernikahan putri beliau Fathimah az Zahrah dan Ali bin Abi Thalib, suatu ketika sedang berjalan-jalan di tepi sungai Tigris, tiba-tiba muncul seseorang yang terkenal sangat kaya, pintardan terkemuka menghadang jalan Sang Imam.

Orang ini seorang muslim, tetapi sangat materialis dan sangat mengagungkan otaknya semata. Ia berkata, “Wahai Imam, engkau adalah keturunan Nabi Muhammad SAW dan pemimpin para auliyah. Aku ingin melihat Allah dengan kedua mataku ini, dapatkah engkau mengaturnya untukku?”

“Wahai sahabatku,” Kata Imam Ja’far Shadiq, “Allah tidak bisa dilihat dengan mata lahirian ini, Dia hanya bisa dirasakan (kehadiran-Nya) dengan mata hati!!”

Lelaki materialis (mengukur segalanya hanya dengan yang tampak nyata) ini berkata, “Terserah apa yang engkau katakan, tetapi aku tidak bisa menyembah Tuhan yang tidak bisa disentuh dan dilihat!!”

Imam Ja’far Shadiq memandangnya dengan tajam, kemudian berkata kepada para sahabatnya, “Angkatlah lelaki ini dan lemparkan ke sungai!!”

Mereka segera melaksanakan perintah sang imam, dan lelaki tersebut dilemparkan ke sungai. Dalam keadaan timbul tenggelam berjuang untuk selamat, lelaki materialis itu berseru, “ Wahai Imam, selamatkanlah aku! Aku mohon dengan sangat, selamatkanlah aku!!”

Imam Ja’far Shadiq memerintahkan para sahabat untuk mengangkatnya dari sungai. Lelaki tersebut masih terengah-engah nafasnya ketika beliau berkata lagi, “Ikat kedua tangannya dan lemparkan ke sungai, dan jangan diselamatkan lagi!!”

Lelaki materialis itu tampak ketakutan, tetapi para sahabat Sang Imam tetap patuh melaksanakan perintah beliau. Setelah dilemparkan ke sungai, ia megap-megap hampir tenggelam. Ia telah putus asa untuk meminta tolong pada sang imam, bisa-bisa keadaannya lebih parah.

Dalam keadaan sangat kritis tersebut, ia berteriak, “Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, selamatkanlah hamba! Tidak ada yang bisa menyelamatkan hamba dari bahaya ini kecuali Engkau, Ya Allah!!”

Mendengar teriakan lelaki tersebut, Imam Ja’far Shadiq tersenyum dan memerintahkan para sahabatnya untuk menyelamatkan dia. Dalam keadaan gemetar ketakutan, lelaki itu dihadapkan kepada sang imam, dan beliau berkata, “Kamu memanggil-manggil : Tuhan Yang Maha Pengasih, Tuhan Yang Maha Pengasih…!! Apa benar kamu telah melihat-Nya??”

Lelaki itu berkata, “Benar, ya imam, ketika harapan kepada semua manusia telah lenyap, aku mencari perlindungan-Nya, dan mata hatiku terbuka sehingga aku bisa melihat (merasakan) kehadiran-Nya…!!”

Lelaki tersebut akhirnya bertobat dan tidak materialis lagi, bahkan menjadi pengikut sang imam yang setia.