Pages

Jumaat, 20 Disember 2013

IMAM AL-GHAZALI MEMBANTAH KONSEP PENUHANAN YESUS

IMAM AL-GHAZALI MEMBANTAH KONSEP PENUHANAN YESUS

Imam al-ghazali yang bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At thusy Asy Syafii.
Beliau adalah seorang Ulama, Filsuf, Ahli Tasawuf, Ahli Fiqih, dan Seorang Kristolog klasik yang bermashab Syafi’i.
Beliau lahir pada tahun 450 H, dan meninggal pada tahun 505 H.

Melaui buku karangan Beliau yang berjudul “AL-RADDUL JAMIL LI LLAHIYATI `ISA” dan “ IHYA ULLUMUDDIN “ Beliau membantah Konsep “AL ITTIHAD” dan “AL-HULUL “ yang menjadi konsep dasar kaum Kristen “MENUHANKAN” Yesus atau Nabi Isa.A.s

AL ITTIHAD berasal dari kata ITTAHAD, YATTAHID ( dari kata WAHID ) yang mempunyai arti “bersatu “ atau “Kebersatuan” .
Sedangkan definisi dari AL ITTIHAD adalah: Persatuan antara si Hamba dan Tuhan-NYA.

AL-HULUL berasal dari kata HAL-YAHUL-HULUL yang mempunya arti “berhenti” atau “diam”.
Definisi AL-HULUL adalah: Pengalaman Spiritual seseorang sehingga ia dekat dengan Tuhan, lalu Tuhan kemudian memilih menempati dan menjelma padanya.

Jadi Kaum Kristen meyakini bahwa Al-Lahut ( Tuhan ) bersatu dengan Al-Masut ( mahluk ).

Dikalangan Kaum Kristen sendiri paham “PEMERSATUAN” ini ada dua perndapat berbeda yang signifikan, dimana sebagian daripada mereka menyatakan bahwa yang “menyatu” dengan tubuh Nabi Isa ialah sifat – sifat Ketuhanan, sedangkan sebagian lainnya berpedapat bahwa Zat Tuhan menyatu, melebur kepada tubuh Nabi isa, laksana air bercampur dengan susu.

Al-Ghazali membantah teori al-ittihad kaum Nasrani. Menurutnya, anggapan bahwa Isa AS mempunyai keterkaitan dengan Tuhan seperti keterkaitan jiwa dengan badan, kemudian dengan keterkaitan ini terjadi hakikat ketiga yang berbeda dengan dua hakikat tadi, adalah keliru. Menurutnya, bergabungnya dua zat dan dua sifat (isytirak), kemudian menjadi hakikat lain yang berbeda adalah hal yang mustahil yang tidak diterima akal.

Dalam pandangan al-Ghazali, teori al-ittihad ini justru membuktikan bahwa Yesus bukanlah Tuhan. Al-Ghazali menggunakan analogi mantik atau logika. Ia berkata, ketika Yesus disalib, bukankah yang disalib adalah Tuhan, apakah mungkin Tuhan disalib? Jadi, Yesus bukanlah Tuhan. Penjelasannya dapat dilihat pada surat an-Nisa ayat 157:

"dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan `Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. "
Selain al-ittihad, masalah al-hulul tak kalah pentingnya. Menurut Al-Ghazali, makna al-hulul, artinya zat Allah menempati setiap makhluk, sebenarnya dimaksudkan sebagai makna majaz atau “metafora”. Dan itu digunakan sebagai perumpamaan seperti kata "Bapa" dan "Anak". Misalnya seperti dalam Injil Yohannes pasal 14 ayat 10:
"Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku. Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu sendiri tetapi Bapa yang diam di dalam Aku, Dia-lah yang melakukan pekerjaanNya."


 Di antara teks yang dikritisi oleh alGhazali adalah Injil Yohannes pasal 10 ayat 30-36:
"Aku dan Bapa adalah satu." Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: "banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-ku yang kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari aku? Jawab orang-orang Yahudi itu: "bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau menghujat Allah dan karena engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan dirimu dengan Allah. Kata Yesus kepada mereka: "tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: kamu adalah Allah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut Allah ¬ sedangkan kitab suci tidak dapat dibatalkan, masihkah kamu berkata kepada dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia."

Teks ini, menurut al-Ghazali, menerangkan masalah al-ittihad (menyatunya Allah dengan hamba-Nya). Al-Ghazali berpendapat, perkataan Yesus, Isa AS "..aku dan Bapa adalah satu" adalah makna METAFORA.

Al Ghazali mengkiaskannya seperti yang terdapat dalam hadits Qudsi, dimana Allah berfirman:

"Tidaklah mendekatkan kepadaKu orang-orang yang mendekatkan diri dengan yang lebih utama dari pada melakukan yang Aku fardhukan kepada mereka. Kemudian tidaklah seorang hamba terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan hal-hal yang sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengaran yang ia mendengar dengan-Nya, penglihatan yang ia melihat dengan-Nya, lisannya yang ia berbicara dengan-Nya dan tangannya yang ia memukul dengan-Nya."
Menurut Al-Ghazali, adalah mustahil Sang Pencipta menempati indra-indra tersebut atau Allah adalah salah satu dari indra-indra tersebut. Akan tetapi seorang hamba ketika bersungguh-sungguh dalam taat kepada Allah, maka Allah akan memberikannya kemampuan dan pertolongan yang ia mampu dengan keduanya untuk berbicara dengan lisan-Nya, memukul dengan tangan-Nya, dan lain-lainnya. Makna metafora dalam teks Bibel dan hadis Qudsi itulah yang dimaksudkan bersatunya manusia dengan Tuhan, bukan arti HARFIAHNYA.

WALLAHUA’LAM BISHAWAB

BAROKALLAH……

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.