Pages

Jumaat, 20 Disember 2013

Mursyid Kamil Mukammil

Tanda tanda mursyid sejati (kamil mukamil)
Mursyid Kamil Mukammil
(sempurna dan menyempurnakan)
Mursyid kamil mukammil adalah seorang mursyid yang sudah sempurna dalam wushulnya kepada Allah dan dapat menyempurnakan muridnya untuk juga wushul kepada Allah. Mursyid kamil mukammil pastilah seorang waliyullah, tetapi sebaliknya, seorang waliyullah belum tentu seorang mursyid. Karena seoarang mursyid mempunyai otoritas mematrikan/menghunjamkan/mengetrapkan dzikir ke dalam qolbu seorang murid untuk mensucikan qolbunya dan sebagai biji iman yang siap dicangkul, dipupuk, dirawat, disirami sampai tumbuh dan berkembang yang akhirnya akan berbuah manisnya iman.

Dengan biji iman yang ditanamkan ke dalam qolbu yang telah disucikan oleh mursyid kamil mukammil dan diiringi dengan ketekunan, keistiqomahan seorang murid dalam menjalankan petunjuk mursyid, ya insya Allah akan terjadi perubahan secara simultan/alon alon tapi pasti dalam diri seorang murid menuju kemerdekaan yang hakiki yaitu bebas dari segala belenggu penghambaan/ sifat ke aku akuan perbudakan kepada dan terhadap apapun kecuali hanya kepada ALLAH.

Mursyid akan senantiasa mendoakan, membimbing, mengingatkan, mengarahkan, menata laku perjalanan murid menuju Allah yang sungguh sangat banyak tipu dayanya.

“Ingatlah, bahwa wali-wali Allah itu tidak pernah takut, juga tidak pernah susah.”

Sebagian tanda dari kewalian adalah tidak adanya rasa takut sedikit pun yang terpancar dalam dirinya, tetapi juga tidak sedikit pun merasa gelisah geresulo atau susah.

Para Wali ini pun memiliki hirarki/pemahaman spiritual yang cukup banyak, sesuai dengan tahap atau maqam dimana, mereka ditempatkan dalam Wilayah Ilahi di sana. 

Paduan antara kewalian dan kemursyidan inilah yang menjadi prasyarat bagi munculnya seorang Mursyid yang Kamil dan Mukammil di atas.

Dalam kitab Al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad, ditegaskan, -- dengan mengutip ungkapan Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzily ra, -- bahwa syarat-syarat seorang Syekh atau Mursyid yang layak – minimal –ada lima:
1. Memiliki sentuhan rasa ruhani yang jelas dan tegas.
2. Memiliki pengetahuan yang benar.
3. Memiliki cita (himmah) yang luhur.
4. Memiliki perilaku ruhani yang diridhai.
5. Memiliki matahati yang tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi
.

Sebaliknya kemursyidan seseorang gugur manakala melakukan salah satu tindakan berikut:
1. Bodoh terhadap ajaran agama.
2. Mengabaikan kehormatan ummat Islam.
3. Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
4. Mengikuti selera hawa nafsu dalam segala tindakan.
5. Berakhlak buruk tanpa peduli dengan perilakunya.

Syekh Abu Madyan – ra- menyatakan, siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani dalam perilakunya di hadapan Allah Swt. lalu muncul salah satu dari lima karakter di bawah ini, maka, orang ini adalah seorang pendusta ruhani:
1. Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
2. Mempermainkan thaat kepada Allah.
3. Tamak terhadap sesama makhuk.
4. Kontra terhadap Ahlullah
5. Tidak menghormati sesama ummat Islam sebagaimana diperintahkan Allah Swt.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasehatmu.”
Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.
Kalimat ini yang paling saya sukai
Menurut Asy-Syadzili seorang Mursyid yang hakiki,  adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya. 

 Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya, tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya, tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para ,muridnya, sehingga guru ini, dengan mudahnya ceplas ceplos dan gegabahnya memberikan amaliyah atau tugas-tugas yang kadang sangat membebani fisik dan jiwa muridnya. Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.

Jika secara khusus, karakteristik para Mursyid sedemikian rupa itu, maka secara umum, mereka pun berpijak pada lima (5) prinsip :
1. Taqwa kepada Allah swt. lahir dan batin.
2. Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam ucapan maupun tindakan.
3. Berpaling dari makhluk (berkonsentrasi kepada Allah) ketika mereka datang dan pergi.
4. Ridha kepada Allah, atas anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
5. Dan kembali kepada Allah dalam suka maupun duka.
 
Manifestasi Taqwa, melalaui sikap wara’ dan istiqamah. Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal. Sementara perwujudan ridha kepada Allah, melalui sikap qana’ah dan pasrah total. Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka, dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.

 Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
1) Himmah yang tinggi,
2) Menjaga kehormatan,
3) Bakti yang baik,
4) Melaksanakan prinsip utama; dan
5) Mengagungkan nikmat Allah Swt.
 
Dari sejumlah ilustrasi di atas, maka bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid yang benar-benar memenuhi standard di atas, sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.

Rasulullah saw. adalah teladan paling sempurna. Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as. Fungsi Jibril di sini sama dengan Mursyid di mata kaum sufi. Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as, yang merasa telah sampai kepada-Nya, ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as. Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syekh. Maka dalam soal-soal rasional Musa as sangat progresif, tetapi beliau tidak sehebat Khidir dalam soal batiniyah.

Pada zaman ini banyak Mursyid Tarekat yang bermunculan, dengan mudah untuk menarik simpati massa, tetapi hakikatnya tidak memiliki sifat sebagai seorang Mursyid yang wali sebagaimana di atas. Sehingga saat ini banyak Mursyid yang tidak memiliki derajat kewalian, lalu menyebarkan ajaran tarekatnya. Dalam banyak hal, akhirnya, proses tarekatnya banyak mengalami kendala yang luar biasa, dan akhirnya banyak yang berhenti di tengah jalan persimpangan.

 Celaka kita bila berguru kepada mursyid palsu dan beruntunglah kita bila Alloh telah menunjukkan guru mursyid sejati  nanti diakhirat kita berkumpul dibawah bendera sang guru  amiiiiiin...!  Wallohu a'lam

sekedar berbagi jangan di jadikan pedoman
 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.