PENYERAHAN YANG TIADA DIUNGKIT LAGI DARI HAMBA KEPADA TUHAN
Menyerahkan segala apa yang ada padamu itu baik zahir ataupun batin kepada Tuhan semutlaknya dan DIAlah yang kita letakkan kepercayaan yang jitu pada Kekuasaan Kudrat dan Irodatnya.
Oleh itu kita wajib menyerahkan segala sesuatu yang kita punyai kepadaNya dengan jalan tawwakal. Penyerahan ini bukanlah penyerahan yang tiada usaha dan ik...htiar akan tetapi kita perlu meletakkan usaha dan ikhtiar itu adalah pergerakan dari Tangan Qudrat dan IrodhatNya jua. Serahkanlah segala sesuatu itu kepada DIA kerana DIA-lah yang Maha Kuasa atas segala-galanya,
Kalau kita lihat secara zahir memanglah kita yang melakukan usaha dan ikhtiar itu kerana kitalah yang zahir akan tetapi yang perlu kita ingati kezahiran kita ini adalah menyatakan Af'alullah jua hendaknya.
Tawakkal yang sempurna itu adalah menyerahkan sesuatu itu kepada Tuhan tanpa ragu2 akan barang yang kita serahkan itu, tiada makbul, hilang atau rosak atau sebaliknya akan tetapi tetap yakin akan perlindungan Tuhan kepada penyerahan kita itu terhadapnya.
Segala gerak dan geri, kehendak dan kuasa, usaha dan ikhtiar, makbul atau pernolakan, terima atau tidaknya itu bukan urusan kita dan itu semua didalam bidang kuasa mutlak Allah, terkandung didalam takluk qobdah (gengaman) Allah. Yang pasti kita perlu husnu zhon ( bersangka baik ) terhadap tuhan.
ما من نفس تبديه الاّ وله قدر فيك يمضيه
Tiada satu nafaspun yang keluar dari diri manusia melainkan berasal dari pemberian Allah SWT bukan dari manusia itu sendiri. Dan dari tiap-tiap nafas yang mengalir tersebut terdapat takdir / kepastian Allah terhadap diri kita. Adakalanya berupa keta’atan, atau maksiat, atau ni’mat atau ujian.
Maka setiap nafas yang terjadi pada diri manusia itu merupakan tempat / cawan bagi takdir Allah Yang Maha Haq. Dan sepatutnya kita senantiasa menjaga adab / tatakrama kepada-Nya. Dan kiranya inilah makna ucapan para ulama :
الطرق الى الله بعدد أنفاس الخل
Jalan kepada Allah sebanyak hitungan nafas para makhluk.
Dan bukankah tiada sesuatupun yang terjadi di dunia ini melainkan ada peranan serta Allah di dalamnya, tidak terkecuali nafas kita. Dan manakala nafas itu berlalu, maka saat itu juga waktu juga berlalu, dan umur kita juga berlalu tanpa bisa kembali lagi ke zaman dahulu. Oleh karena itu sayang sekali jika perbendaharaan yang tiada ternilai ini dibiarkan begitu saja tanpa membawa makna penghambaan diri kehadirat Allah SWT.
Dari itulah beberapa thariqah mengajarkan kepada kita zikir hifzulanfas, yaitu zikir menjaga nafas kita agar tidak berlalu dengan sia-sia, antara lain dengan melafalkan kalimat هو (Hu / Dia) ketika menarik nafas dan melafalkan lafaz لله ketika melepaskan nafas (dan itu dilakukan dengan zikir sir / tersembunyi tidak terucap di lidah tetapi mengalir di dalam hati ).
Dan tentu saja lebih sempurna jika dilakukan dibawah bimbingan seorang syaikh thariqah. Do’a hanya untuk melahirkan rasa perlu kepada-Nya
طلبك منه اتّهام له وطلبك له غيبت منك له وطلبك لغيره لقلت حيائك منه
Permintaanmu kepada-Nya (untuk memperoleh apa engkau inginkan) adalah kekhawatiran dan keraguanmu terhadap-Nya, dan pencarianmu kepada-Nya menunjukkan kehilanganmu terhadap-Dia, dan permintaanmu untuk sesuatu selain-Nya berarti sedikitnya rasa malu dirimu kepada-Nya Yakni sesungguhnya seorang murid (yang sedang berproses mendekatkan diri kepada Alloh melalui bimbingan seorang guru), hendaklah menyibukkan diri di tengah perjalanannya dengan sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, dengan melaksanakan berbagai amal shaleh, dan tidak menyibukkan hatinya untuk mencari sesuatu yang lain karena sesungguhnya yang demikian ini tercela dan dapat menjadi sebab terputusnya perjalanan menuju Alloh.
Karena sesungguhnya permintaanmu kepada-Nya agar Dia memberimu makanan atau rizki yang kamu harapkan dapat menguatkan dirimu dalam perjalanan menuju kepada-Nya apalagi keinginanmu mendapatkan lebih dalam hal rizki, sebenarnya yang demikian itu adalah kekuatiran (keraguan) dirimu kepada-Nya bahwa Dia tidak akan memberimu rizki.
Karena sesunguhnya apabila kamu yakin kepada-Nya didalam menyampaikan kemanfaatan dan kebaikan kepada dirimu meski tanpa engkau minta, dan engkau yakin bahwa Dia lebih mengetahui akan kebutuhanmu, niscaya Dia mampu menyampaikan semua itu kepada dirimu tanpa engkau minta sekalipun.
Dan pencarianmu kepada-Nya dengan mencari kedekatan terhadap-Nya, dan keinginan hilangnya hijab / tirai yang menghalangi antara dirimu dengan-Nya sehingga engkau biasa menyaksikan-Nya dengan mata hatimu, itu menunjukkan kehilangan pandanganmu atas-Nya. Karena sesungguhnya apabilasesuatu itu hadir tidaklah ia memerlukan pencarian.
Dan permintaanmu kepada-Nya untuk (mendapatkan) sesuatu selain-Dia berupa beberapa macam harta benda dunia dan kemewahannya, dan beberapa keistimewaan semacam karomah, mukasyafah (terbukanya tirai), ahwal (beberapa kondisi spiritual) dan maqamat (beberapa kedudukan),
Semua itu menunjukkan sedikitnya rasa malu dirimu kepada-Nya. Karena jika engkaumemiliki rasa malu kepada-Nya, niscaya engkau tidak akan menoleh kepada yang lain ataupun mencari sesuatu selain-Dia. Dan permintaanmu kepada selain-Dia dengan menyandarkan diri kepada manusia didalam mendapatkan sesuatu harta benda dunia yang disertai rasa lalai terhadap Tuhannya, yang demikian itu menunjukkan jauhnya dirimu dari-Dia.
Karena jika engkau dekat dengan-Nya, niscaya yang lain pasti jauh darimu. Demikian pula jika engkau menyaksikan dekat-Nya Dia denganmu, niscaya sudah mencukupimu dari kebutuhanmu kepada sekalian makhluk-Nya.
Oleh karena itu semua jenis meminta-minta bagi seorang murid pada hakekatnya kurang dibenarkan baik itu ditujukan kepada Al-Haq apalagi kepada makhluk kecuali permintaan itu dilakukan untuk sarana media beribadah kepada-Nya dan untuk memelihara etika dan tatakrama kepada-Nya dan untuk melahirkan rasa butuh kepada-Nya.
Adapun orang ‘Ariif, maka mereka tiada melihat selain hanya Alloh Ta’ala semata, yang mereka cari secara hakikat bukan dari makhluk meskipun secara lahiriah yang merekadapatkan adalah melalui perantaraan makhluk.
Menyerahkan segala apa yang ada padamu itu baik zahir ataupun batin kepada Tuhan semutlaknya dan DIAlah yang kita letakkan kepercayaan yang jitu pada Kekuasaan Kudrat dan Irodatnya.
Oleh itu kita wajib menyerahkan segala sesuatu yang kita punyai kepadaNya dengan jalan tawwakal. Penyerahan ini bukanlah penyerahan yang tiada usaha dan ik...htiar akan tetapi kita perlu meletakkan usaha dan ikhtiar itu adalah pergerakan dari Tangan Qudrat dan IrodhatNya jua. Serahkanlah segala sesuatu itu kepada DIA kerana DIA-lah yang Maha Kuasa atas segala-galanya,
Kalau kita lihat secara zahir memanglah kita yang melakukan usaha dan ikhtiar itu kerana kitalah yang zahir akan tetapi yang perlu kita ingati kezahiran kita ini adalah menyatakan Af'alullah jua hendaknya.
Tawakkal yang sempurna itu adalah menyerahkan sesuatu itu kepada Tuhan tanpa ragu2 akan barang yang kita serahkan itu, tiada makbul, hilang atau rosak atau sebaliknya akan tetapi tetap yakin akan perlindungan Tuhan kepada penyerahan kita itu terhadapnya.
Segala gerak dan geri, kehendak dan kuasa, usaha dan ikhtiar, makbul atau pernolakan, terima atau tidaknya itu bukan urusan kita dan itu semua didalam bidang kuasa mutlak Allah, terkandung didalam takluk qobdah (gengaman) Allah. Yang pasti kita perlu husnu zhon ( bersangka baik ) terhadap tuhan.
ما من نفس تبديه الاّ وله قدر فيك يمضيه
Tiada satu nafaspun yang keluar dari diri manusia melainkan berasal dari pemberian Allah SWT bukan dari manusia itu sendiri. Dan dari tiap-tiap nafas yang mengalir tersebut terdapat takdir / kepastian Allah terhadap diri kita. Adakalanya berupa keta’atan, atau maksiat, atau ni’mat atau ujian.
Maka setiap nafas yang terjadi pada diri manusia itu merupakan tempat / cawan bagi takdir Allah Yang Maha Haq. Dan sepatutnya kita senantiasa menjaga adab / tatakrama kepada-Nya. Dan kiranya inilah makna ucapan para ulama :
الطرق الى الله بعدد أنفاس الخل
Jalan kepada Allah sebanyak hitungan nafas para makhluk.
Dan bukankah tiada sesuatupun yang terjadi di dunia ini melainkan ada peranan serta Allah di dalamnya, tidak terkecuali nafas kita. Dan manakala nafas itu berlalu, maka saat itu juga waktu juga berlalu, dan umur kita juga berlalu tanpa bisa kembali lagi ke zaman dahulu. Oleh karena itu sayang sekali jika perbendaharaan yang tiada ternilai ini dibiarkan begitu saja tanpa membawa makna penghambaan diri kehadirat Allah SWT.
Dari itulah beberapa thariqah mengajarkan kepada kita zikir hifzulanfas, yaitu zikir menjaga nafas kita agar tidak berlalu dengan sia-sia, antara lain dengan melafalkan kalimat هو (Hu / Dia) ketika menarik nafas dan melafalkan lafaz لله ketika melepaskan nafas (dan itu dilakukan dengan zikir sir / tersembunyi tidak terucap di lidah tetapi mengalir di dalam hati ).
Dan tentu saja lebih sempurna jika dilakukan dibawah bimbingan seorang syaikh thariqah. Do’a hanya untuk melahirkan rasa perlu kepada-Nya
طلبك منه اتّهام له وطلبك له غيبت منك له وطلبك لغيره لقلت حيائك منه
Permintaanmu kepada-Nya (untuk memperoleh apa engkau inginkan) adalah kekhawatiran dan keraguanmu terhadap-Nya, dan pencarianmu kepada-Nya menunjukkan kehilanganmu terhadap-Dia, dan permintaanmu untuk sesuatu selain-Nya berarti sedikitnya rasa malu dirimu kepada-Nya Yakni sesungguhnya seorang murid (yang sedang berproses mendekatkan diri kepada Alloh melalui bimbingan seorang guru), hendaklah menyibukkan diri di tengah perjalanannya dengan sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, dengan melaksanakan berbagai amal shaleh, dan tidak menyibukkan hatinya untuk mencari sesuatu yang lain karena sesungguhnya yang demikian ini tercela dan dapat menjadi sebab terputusnya perjalanan menuju Alloh.
Karena sesungguhnya permintaanmu kepada-Nya agar Dia memberimu makanan atau rizki yang kamu harapkan dapat menguatkan dirimu dalam perjalanan menuju kepada-Nya apalagi keinginanmu mendapatkan lebih dalam hal rizki, sebenarnya yang demikian itu adalah kekuatiran (keraguan) dirimu kepada-Nya bahwa Dia tidak akan memberimu rizki.
Karena sesunguhnya apabila kamu yakin kepada-Nya didalam menyampaikan kemanfaatan dan kebaikan kepada dirimu meski tanpa engkau minta, dan engkau yakin bahwa Dia lebih mengetahui akan kebutuhanmu, niscaya Dia mampu menyampaikan semua itu kepada dirimu tanpa engkau minta sekalipun.
Dan pencarianmu kepada-Nya dengan mencari kedekatan terhadap-Nya, dan keinginan hilangnya hijab / tirai yang menghalangi antara dirimu dengan-Nya sehingga engkau biasa menyaksikan-Nya dengan mata hatimu, itu menunjukkan kehilangan pandanganmu atas-Nya. Karena sesungguhnya apabilasesuatu itu hadir tidaklah ia memerlukan pencarian.
Dan permintaanmu kepada-Nya untuk (mendapatkan) sesuatu selain-Dia berupa beberapa macam harta benda dunia dan kemewahannya, dan beberapa keistimewaan semacam karomah, mukasyafah (terbukanya tirai), ahwal (beberapa kondisi spiritual) dan maqamat (beberapa kedudukan),
Semua itu menunjukkan sedikitnya rasa malu dirimu kepada-Nya. Karena jika engkaumemiliki rasa malu kepada-Nya, niscaya engkau tidak akan menoleh kepada yang lain ataupun mencari sesuatu selain-Dia. Dan permintaanmu kepada selain-Dia dengan menyandarkan diri kepada manusia didalam mendapatkan sesuatu harta benda dunia yang disertai rasa lalai terhadap Tuhannya, yang demikian itu menunjukkan jauhnya dirimu dari-Dia.
Karena jika engkau dekat dengan-Nya, niscaya yang lain pasti jauh darimu. Demikian pula jika engkau menyaksikan dekat-Nya Dia denganmu, niscaya sudah mencukupimu dari kebutuhanmu kepada sekalian makhluk-Nya.
Oleh karena itu semua jenis meminta-minta bagi seorang murid pada hakekatnya kurang dibenarkan baik itu ditujukan kepada Al-Haq apalagi kepada makhluk kecuali permintaan itu dilakukan untuk sarana media beribadah kepada-Nya dan untuk memelihara etika dan tatakrama kepada-Nya dan untuk melahirkan rasa butuh kepada-Nya.
Adapun orang ‘Ariif, maka mereka tiada melihat selain hanya Alloh Ta’ala semata, yang mereka cari secara hakikat bukan dari makhluk meskipun secara lahiriah yang merekadapatkan adalah melalui perantaraan makhluk.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.