ADALAH Khalid bin Walid lahir sekitar 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia adalah anggota suku Banu Makhzum, cabang dari suku Quraisy. Ayahnya bernama Walid dan ibunya Lababah. Ia termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar bin Khatab sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.
Sebelum memeluk Islan, Khalid bin Walid adalah Panglima perang kaum kafir Quraisy yang terkenal dengan pasukan kavalerinya. Saat Perang Uhud, Khalid-lah yang melihat celah kelemahan pasukan Muslimin yang menjadi lemah setelah bernafsu mengambil rampasan perang dan turun dari Bukit Uhud dan menghajar pasukan Muslim pada saat itu. Tetapi setelah perang itulah ia menyesali perbuatannya dan memeluk Islam.
Khalid bin Walid seorang panglima pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang termahsyur dan ditakuti di medan perang serta dijuluki sebagai Saifullah Al-Maslul (Pedang Allah yang terhunus). Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya, terkenal sebagai panglima tertinggi untuk Nabi Muhammad dan penerus-penerusnya. Dibawah kepemimpinan militernya lah Arabia pertama kalinya dalam sejarah membentuk entitas politik yang bersatu, Kekhalifahan.
Khalid adalah contoh praktik keikhlasan seorang pemimpin dengan yang dipimpin dalam sejarah Islam. Kala itu, datang kepadanya surat dari Amirul Mukminin, Umar bin Khathab. Karena kemaslahatan tertentu, maka Khalifah Islam kedua itu memerintahkan Khalid agar menyerahkan jabatannya kepada Abu Ubaidah Amir bin Jarrah ra. Padahal saat itu bendera sedang berada di tangan Khalid dan kaum Muslimin tengah memasuki kancah pertempuran yang terdahsyat dalam potongan sejarah Islam.
Pasukan Islam tidak lebih dari 40.000 personil itu harus melawan pasukan kuat dari Persia dan Romawi yang jumlahnya tidak kurang dari 200.000 personil. Akan tetapi bendera tidak bergeser sedikit pun di tangannya. Dan perang tidak terhenti gara-gara masalah besar yang berkecamuk dalam jiwanya, ia melanjutkan peperangan hingga kemenangan berada di pihak pasukan Allah Subhanahu Wata’ala.
Setelah itu, sebelum ia masuk ke dalam kemahnya, ia memanggil anak buahnya Abu Ubaidah di hadapan seluruh pasukan, lalu ia menyerahkan bendera, memakaikan sorban kepemimpinan dengan tangannya sendiri, lalu membacakan SK khalifah. Kemudian ia berkata kepada Abu Ubaidah, “Saya adalah prajuritmu yang siap mendengar dan taat, wahai Abu Ubaidah.”
Ketika prajuritnya bertanya kepada Khalid tentang kebijakan Khalifah, “Apakah Anda tidak kecewa dan tersinggung dengan kebijakan Amirul Mukminin yang terkesan mendadak itu? Khalid menjawab, “Aku berperang karena Allah Subhanahu wata’ala. Bukan karena pemimpin saya, Umar bin Khathab.
Maka, peristiwa itu menjadi teladan di sepanjang sejarah Islam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.