Pages

Khamis, 26 Januari 2017

MENGENAL WIRID DAN WARID

MENGENAL WIRID DAN WARID

Secara sederhana dapat didefiniskan bahwa Pengkondisian dan Persiapan hati itu dinamakan wirid dan kurniaan Allah s.w.t dinamakan warid.

Warid adalah pengalaman rohani (Pengalaman Spiritual) yang dikurniakan Allah s.w.t kepada hati murid yang mengekali wirid. Selain dinamakan warid, ia juga dipanggil dengan nama-nama lain seperti hal, pengalaman hakikat, waridah, Nur Ilahi, Sirr dan lain-lain, menurut istilah tasauf.

Dengan adanya Warid ini, maka Keyakinan yang ada di hati akan meningkat derajadnya menjadi 'Ainul Yaqin hingga ke derajad Haqqul Yakin. Karena dia sudah membuktikan dengan pengalamannya sendiri mengenai dahsyatnya wirid tersebut.

Disebutkan dalam Syarah Al-Hikam mengenai Warid dan Wirid ini.

تَنَوَّعَتْ اَجْنَاسُ الأَعْمَالِ لِتَنَوُّعِ وَارِدَاتِ الأَحْوَالِ, الأَعْمَالُ صُوَرٌ قَائِمَةٌ وَاَرْوَاحُهاَ وُجُوْدُ سِرِّ الاِخْلَاصِ فِيْهَا

Beraneka macamnya jenis amal supaya terjadi beraneka macamnya jenis warid yang masuk (dalam hati), maka beberapa amal adalah yang membentuk keadaan dan ruhnya adalah adanya ikhlas yang dirahasiakan dalam amal.

Warid adalah buah wirid.

Jika wirid ibarat menanam pohon, maka warid adalah buah yang bisa dipetik dari pohon tersebut. Seperti orang menanam mangga misalnya, orang tersebut tidak mungkin dapat menuai buah nanas atau buah yang lainnya.

Bahkan dengan jenis bibit mangga tertentu, sampai kapanpun orang tersebut akan menuai buah mangga sejenisnya, tidak bisa menuai jenis mangga yang berbeda.

Kalau ada rasa yang berbeda, itu semata karena beda jenis tanah dan musimnya, tapi jenis buahnya tetap sama. Jika sifat menanam bibit di tanah bumi seperti itu keadaannya, maka menanam bibit di tanah hati seorang salik juga demikian.

Dengan wirid jenis amal tertentu, salik akan mendapatkan jenis warid tertentu pula. Kalau ada hasil warid yang beda kuwalitas, itu disebabkan karena beda kuwalitas hati dan niat pelakunya.

Orang wirid manaqib misalnya, dia akan mendapatkan warid dari SIRRnya manaqib, orang wirid maulid akan mendapatkan warid dari SIRRnya maulid, masing-masing salik akan mendapatkan jenis warid sesuai dengan jenis wirid yang dilakukan, kalau ada beda kuwalitas warid padahal orang melakukan wirid yang sama, itu karena beda kuwalitas manusia dan hatinya.

Orang yang hatinya telah didatangi warid akan mengalami perubahan yang luar biasa. Jiwanya akan berasa tenang dan fikirannya tidak lagi kusut-masai. Dia dapat merasakan kelazatan beribadat dan berzikir. Warid yang masuk ke dalam hati menghancurkan sifat-sifat yang keji dan melahirkan sifat-sifat yang terpuji.

Allah adalah Dzat Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Meskipun demikian, jalan masuk menuju terbukanya pintu wijhah dalam hati seorang hamba untuk mendapatkan ma’rifatullah banyak pilihan. Melalui sembilan puluh sembilan nama-nama-Nya, seorang salik mampu mempergunakannya sebagai landasan wirid guna mendapatkan warid dari-Nya.

Dengan landasan Nama-Nama tersebut, akan menimbulkan nuansa dan rasa yang khusus di dalam hati pengendaranya. Dengan wirid Ar-Rohman misalnya salik bisa mendapatkan warid rasa welas kepada manusia dan dengan Al-Jabbar, salik bisa mendapatkan warid perkasa dalam hatinya.

Hati manusia hanya satu, berada di dalam rongga yang satu, secara khusus juga hanya mampu menerima warid yang satu. Namun demikian, yang satu itu boleh dimasuki dengan jenis wirid dengan banyak pilihan, namun akhirnya warid yang masuk secara khusus hanya satu, yaitu yang menyatu dengan Yang Satu.

Adapun pilihan amal, bagaikan pilihan kendaraan yang akan dinaiki hati menuju Yang Satu. Tinggal hati memilih amal mana yang dapat bersesuaian dengan kondisi hatinya.

Oleh karena itu, shalat, zakat, puasa dan haji adalah bagaikan kendaraan yang dikendarai hati untuk menuju keharibaan-Nya. Memasuki istana-Nya, mendengarkan musik-Nya, makan buah-buahan-Nya, minum arak dan air susu-Nya.

Masing-masing kendaraan dengan kondisi yang serasi akan menghantarkan hati merasakan kenikmatan hakiki, manakala perjalanan salik benar-benar sampai (wushul) kepada Yang Satu secara hakiki. Itulah kenikmatan berinteraksi dan berkomunikasi secara pribadi dengan Kekasih yang dirindui.

Seorang hamba boleh memilih diantara kendaraan yang tersedia tersebut, mencicipi secara bergantian untuk menentukan mana yang paling cocok bagi keadaan hati, asal harus sadar, masing-masing kendaraan, untuk dapat mengantarkan perjalanan sampai kepada tujuan.

Haruslah hanya dengan berlandasan satu, yaitu rahasia keikhlasan hati dalam beramal, karena kekhususan amal akan membentuk kekhususan warid sedangkan rahasia keikhlasan hati, adalah ruh yang menghidupkan amal.

Jadi, memilih jalan mengabdi kepada Allah itu boleh dengan berbagai pilihan, boleh dengan shalat, puasa, haji, shadaqah, dzikir dan perjuangan serta pengabdian.

Jika semua itu dilaksanakan dengan landasan hati ikhlas, masing-masing kendaraan akan menumbuhkan keyakinan, meski jenis keyakinan itu bisa berbeda. Keyakinan hati itu menurut istilah sufi dinamakan khususiyah.

Oleh karenanya, setiap hamba yang sholeh atau para waliyullah pasti mempunyai khususiah yang berbeda dengan yang lainnya.

JANGAN PUTUS ASA KEPADA ALLAH

لَا يَكُنْ تَأَخُّرُ اَمَدِ العَطَاءِ مَعَ الاِلْحَاحِ فِى الدُّعَاءِ مُوْجِبًا لِيَأسِكَ فَهُوَ ضَمِنَ لك الاِجَابَةَ فِيْمَا يَخْتَارُهُ لَكَ لَا فِيْمَا تَخْتَارُ لِنَفْسِكَ وَفِى الوَقْتِ الَّذِى يُرِدُ لَا فِى الوَقْتِ الَّذِى تُرِيْدُ

“Tertundanya pemberian setelah do’a itu dipanjatkan dengan berulang-ulang jangan menimbulkan putus asamu kepada Allah, sebab Allah telah menjamin diterimanya do’a, akan tetapi mengikuti pilihan Allah untukmu bukan mengikuti pilihanmu untuk dirimu dan di dalam waktu yang dikehendaki Allah bukan di dalam waktu yang engkau kehendaki”.

Berdo’a adalah salah satu kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya dan Allah Swt berjanji akan mengabulkan do’a-do’a tersebut sebagaimana firmanNya:

"Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. 40; 60)

Ketika seorang hamba berdo’a kepada Allah, terlebih apabila do’a itu dilakukan secara istiqamah, maka pasti do’a itu akan dikabulkan. Karena Allah sudah berjanji, dan sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-janji-Nya.

Namun demikian, do’a-do’a yang dipanjatkan itu haruslah memenuhi syarat sebagai do’a yang dikabulkan. Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya:

“Setiap do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba kepada Allah asal tidak tercampur dengan dosa dan memutuskan tali silaturrahmi, do’a itu akan dikabulkan dalam tiga pilihan:

(1) Diturunkan seketika di dunia dalam bentuk pemberian sesuai dengan permintaan;

(2) Dijadikan simpanan di akhirat sebagai kafarat dari dosa-dosanya;

(3) Digantikan sebagai ganti musibah yang tidak jadi diturunkan demi keselamatannya.”
(atau yang searti dengannya).

Oleh karena itu, setelah do’a-do’a tersebut dipanjatkan, hendaknya seorang hamba yakin bahwa do’a-do’anya akan dikabulkan Allah, walau dalam tiga pilihan yang masih dirahasiakan tersebut. Hanya Allah yang Memilih, Menghendaki dan Mengetahuinya.

Allah berfirman: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. al-Baqoroh; 2/186)

As-Syaikh Ibnu Athaillah Ra meneruskan:

لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِى الوَعْدِ عَدَمَ وُقُوْعِ المَوْعُوْدِ وَاِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِئَلّاَ يَكُوْنَ ذَلِكَ قَدْحًا فِى بَصِيْرَتِكَ وَاِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ

“Jangan sekali-kali meragukan janji Allah karena belum terpenuhinya janji itu walau batas pelaksanaannya sudah sangat dekat, supaya yang demikian itu tidak menjadikan redupnya sinar mata hatimu dan memadamkan cahaya rahasia batinmu”.

Allah Lebih Mengetahui akan keadaan hamba-hamba-Nya, baik urusan dunia, agama maupun akhirat, terlebih urusan rizki-rizki bagi mereka, karena dengan urusan rizki-rizki itu manusia akan menjadi selamat atau tidak. Allah tidak mengingkari janji-Nya bahwa setiap hamba-Nya yang berdo’a dengan benar kepada-Nya pasti dikabulkan. Sebagaimana ditegaskan oleh firman-Nya:

“Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tapi kebanyakan manusia tak mengetahui”.
(QS. 30; 6)

Namun demikian, bagi hamba-hamba beriman—berkat kasih sayang-Nya yang dalam kepada mereka—apa saja yang diberikan kepadanya haruslah yang menjadikan mereka lebih baik. dalam hal ini Allah adalah yang lebih mengetahuinya. Allah menegaskan dengan firman-Nya :

“Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat”. (QS. 42; 27)

Oleh karena itu, jika ada janji Allah yang seakan-akan belum terpenuhi, padahal menurut pengetahuan dan perasaan seorang hamba yang sedang terdesak, seharusnya saat terpenuhinya janji itu sudah sangat mendesak, bahkan sudah tidak ada waktu lagi untuk tertunda. Meskipun keadaannya demikian, janganlah menjadikan hati seorang hamba ragu kepada Allah .

Siap Menerima Kenyataan

Bagaimanapun keadaan yang akan dan sedang terjadi, hati seorang hamba yang beriman hendaknya tetap yakin serta siap menghadapinya, bahwa apa saja yang dikehendaki Allah pastilah yang terbaik untuk dirinya. Supaya matahati dan cahaya rahasia batin tidak menjadi redup dan padam.

Sebab, ketika ujian-ujian hidup itu sudah cukup menurut pandangan Allah, dan ketika seorang hamba telah melewatinya dengan nilai yang baik, maka problematika kehidupan dan bahkan konflik-konflik horizontal yang telah berlalu, sesungguhnya merupakan proses masuknya ilmu pengetahuan dalam hati yang tinggi nilainya.

Itulah ilmu rasa, ilmu pengetahuan yang dapat mematangkan jiwa manusia. Ilmu pengetahuan yang mampu menebalkan keyakinan, membakar lapisan kabut hati sehingga menjadikan matahati seorang hamba semakin cemerlang dengan Nur Ma’rifat kepada Allah.

Hanya dengan cara seperti itulah Allah memperjalankan kehidupan para hamba pilihan-Nya dan bahkan para nabi dan rasul-Nya. Diperjalankan dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya, menghadapi kesulitan dan tantangan serta goncangan-goncangan hidup yang berat:

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (QS. al Baqoroh; 214)

Namun demikian, ketika keadaan benar-benar telah mendesak baru pertolongan-Nya diturunkan, karena sungguh sedikitpun Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.