ILMU LADUNI
DALAM KHASANAH MAKRIFAT, PEJALAN SPIRITUAL AKAN BERSINGGUNGAN DENGAN ISTILAH ILMU LADUNI. YAITU PENGETAHUAN YANG DIPEROLEHI TIDAK MELALUI PROSES KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DAN MEMBACA BUKU-BUKU, NAMUN MELALUI PANDANGAN MATA HATI YANG DITERIMA LANGSUNG DARI ALLAH.
Tuhan hanya bisa dikenal jika Dia sendiri berkehendak untuk dikenali. Jika Dia ingin memperkenalkan Diri-Nya... kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan dipersiapkan untuk dilakukan pembersihan. Selanjutnya, Hati hambanya tersebut diterangi dengan CAHAYA atau Nur-Nya. Nur-Nya adalah kendaraan bagi hati untuk sampai ke SISI-Nya.
HATI ADALAH BADAN DAN RUH ADALAH NYAWANYA. RUH PULA YANG LANGSUNG TERKAIT DENGAN TUHAN DAN KETERKAITAN ITU DINAMAKAN AS-SIR (RAHASIA). RUH ADALAH NYAWANYA HATI DAN SIR ADALAH NYAWANYA RUH. BOLEH JUGA DIKATAKAN BAHWA HAKIKAT HATI ADALAH RUH DAN HAKIKAT RUH ADALAH SIR. SIR ATAU RAHASIA YANG SAMPAI KEPADA TUHAN DAN SIR YANG MASUK KE HADRAT-NYA. SIR INILAH MAMPU UNTUK YANG MENGENAL ALLAH KARENA SIR ADALAH HAKIKAT SEMUA YANG BERWUJUD.
Cahaya Ilahi menerangi hati, ruh dan Sir. Cahaya Ilahi akan membuka hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahasia hakikat-hakikat. Cahaya Ilahi berperanan menyingkap tabir hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku atau memahami dari ucapan orang lain belumlah dikatakan mengetahui hakikat yang sebenarnya. Mereka hanyalah menyangka atau mengkhayal sudah mengetahui hakikat padahal sesungguhnya belum.
Hakikat akan diketahui apabila seseorang gigih mendalami pengetahuan tentang hakikat dari perenungan-perenungannya sendiri (berarti dia menggunakan akalnya sebagaimana yang dianjurkan Tuhan dalam agama) dan kemudian mempraktekkannya dalam perbuatan sehari-hari dengan mempertimbangkan dengan hati nuraninya. Ditambah dengan memohon ampunan, memuji Nama Tuhan sebagai pembersih hati. Kemudian bersabar menanti hadirnya sinar kebijaksanaan sambil terus juga berharap.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang karena ada kenyataan Tuhan padanya. Misalnya kita berdiri di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gelita. Apa yang dapat dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari bersinar, akan terlihat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang menghuni bukit itu. Yang terlihat di atas bukit itu menjadi nyata karena diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya mewujudkan yang gelap menjadi benda-benda yang nyata.
Sesungguhnya cahaya hanya satu jenis saja dan datangnya dari sumber yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat karena banyaknya hakikat yang tercermin dari ragam Cahaya Ilahi, sedangkan Cahaya Ilahi datangnya dari cahaya yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.
Kegelapan yang menutupi mata hati menyebabkan hati terpisah daripada kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan kebenaran tidak tertutup. Dalil atau bukti yang dicari bukanlah untuk menyatakan kebenaran tetapi untuk mengeluarkan hati dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang benderang. Cahayalah yang menerangi atau membuka hijab hati.
Nur Ilahi adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya untuk menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila cahaya Ilahi sudah membuka tirai dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Semakin terang cahaya Ilahi yang diterima oleh hati akan menambah jelas kebenaran yang dapat dilihatnya.
Pengetahuan yang diperolehi melalui pandangan mata hati yang bersumber dari Cahaya Ilahi dinamakan ILMU LADUNI ATAU ILMU YANG DITERIMA DARI ALLAH SWT SECARA LANGSUNG. KEKUATAN ILMU YANG DIPEROLEHI BERGANTUNG KEPADA KEKUATAN HATI MENERIMA CAHAYA ILAHI.
Para pejalan spiritual awal yang hatinya belum cukup bersih, maka cahaya Ilahi yang diperolehinya tidak begitu terang. Oleh itu ILMU LADUNI yang diperolehinya masih belum mencapai peringkat yang halus. Pada tahap ini hati terkadang masih mudah goyah dan sewaktu-waktu mengalami kekeliruan. Kadang-kadang hati masih cenderung menuju yang samar-samar dan abu-abu.
Orang yang tataran spiritualnya pada peringkat ini memang perlu mendapatkan bimbingan dan penjelasan dari ahli makrifat yang ilmunya lebih tinggi. Apabila hatinya semakin bersih cahaya Ilahi semakin bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu yang lebih jelas. Lalu hatinya menghadap kepada yang lebih benar, sehinggalah dia menemui kebenaran hakiki.
TERBUKANYA MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA AKAN KEBERADAAN ALLAH. KESAKSIAN MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA KETIADAAN DIRI SELAIN WUJUD NYA. KESAKSIAN HAKIKI MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA BAHWA HANYA TUHAN YANG WUJUD, TIDAK TERLIHAT LAGI KETIADAAN DAN WUJUD ANDA.
Apabila hati sudah menjadi bersih maka hati akan menyinarkan cahayanya. Cahaya hati ini dinamakan Cahaya Qalbu. Ia akan menerangi AKAL lalu AKAL dapat memikirkan dan merenung tentang HAKIKAT KETUHANAN yang menguasai alam dan juga dirinya sendiri. Renungan akal terhadap dirinya sendiri membuatnya menyadari perjalanan hal-hal ketuhanan yang menguasai dirinya. Kesadaran ini membuatnya merasakan dengan mendalam betapa dekatnya ALLAH dengannya.
Lahirlah di dalam hati nuraninya perasaan bahwa DIA sentiasa mengawasi gerak-gerik kita, mendengar pembicaraan dan mengetahui bisikan hati kita. Jadilah dia seorang yang CERMAT, ELING DAN WASPADA.
Di antara sifat yang dimiliki oleh orang yang sampai kepada MARTABAT ini ialah:
1. CERMAT DALAM MELAKSANAKAN HUKUM TUHAN.
2. HATI TIDAK CENDERUNG KEPADA HARTA, CUKUP DENGAN APA YANG ADA DAN BAHAGIA BILA BISA MEMBANTU ORANG LAIN DENGAN HARTA YANG DIMILIKINYA.
3. BERTAUBAT DENGAN SEBENARNYA (TAUBAT NASUHA) DAN TIDAK KEMBALI LAGI KEPADA KEJAHATAN.
4. RUHANINYA CUKUP KUAT UNTUK MENANGGUNG KESUSAHAN DENGAN SABAR DAN BERTAWAKAL
5. KEHALUSAN RUHANINYA MEMBUATNYA MERASA MALU KEPADA TUHAN DAN MERENDAHKAN DIRI KEPADA-NYA SAJA.
Orang yang taat kepada perintah-NYA senantiasa kuat melakukan ibadah dan meningkatlah kekuatan ruhaninya. Dia akan kuat untuk menyerahkan semua urusan kehidupannya kepada TUHAN saja. Dia tidak lagi takut apapun yang menimpanya. Dia tidak lagi tergantung kepada sesama makhluk. Hatinya teguh dan ikhlas dengan semua ketentuan-NYA.
BAHAYA dan BENCANA SEHEBAT APAPUN tidak lagi menggugat imannya dan KENIKMATAN DUNIA tidak lagi menggelincirkannya. Baginya SUKA dan DUKA, BENCANA dan KEBERUNTUNGAN sama saja, karena ini takdir yang SUDAH DITENTUKAN TUHAN untuknya dan takdir-NYA kepada kita pasti yang terbaik.
Orang yang seperti ini sentiasa di dalam penjagaan TUHAN karena dia telah menyerahkan dirinya kepada TUHAN juga. TUHAN menganugerahi orang ini dengan kemampuan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui Petunjuk Laduni, tidak lagi melalui pikiran, kehendak diri sendiri atau angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi kesan kuat kepada hatinya (kalbunya). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menafikan perwujudan dirinya dan diisbatkannya kepada Wujud ALLAH.
Suasana ini timbul akibat hakikat ketuhanan yang dialami oleh hati.. Dia MERASAKAN benar-benar akan keesaan Allah bukan sekadar mempercayainya. Hakikat sesungguhnya hanya bisa dialami dengan mata hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan TUHAN dan hati merasakan akan keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud-NYA, tidak lagi melihat kepada wujud dirinya.
Orang yang di dalam suasana seperti ini telah transenden dari sifat-sifat kemanusiaan. Orang yang mencapai tingkat ini dikatakan telah mencapai maqam TAUHID SIFAT. Hatinya jelas merasakan bahawa tidak ada yang berkuasa melainkan DIA dan segala sesuatu datangnya dari ALLAH.
Yang perlu digarisbawahi, bahwa perjalanan spiritual manusia akan melalui beberapa tingkatan dalam proses mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan cahaya Qalbu memancar menerangi akalnya. Seorang yang akalnya diterangi cahaya Qalbu akan melihat betapa dekatnya TUHAN. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang dinamakan ILMUL YAQIN.
Pada tahap keduanya mata hati yang telah terbuka. Seseorang tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi melihat dengan mata hati dan mata hati memandang itu dinamakan KASYAF. KASYAF MELAHIRKAN PENGENALAN ATAU MAKRIFAT. Seseorang yang berada di dalam maqam makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperolehi keyakinan yang dinamakan AINUL YAQIN. Pada tahap AINUL YAQIN seseorang telah menceburkan diri di wilayah kegaiban segala sesuatu termasuk dirinya sendiri.
Sheikh Abi Madyan r.a telah memperturunkan Kalam Hikmahnya yang pertama seperti berikut;
"Bermula Al-Qur'an telah diturunkan dan lagi akan diturunkan. Maka yang sudah diturunkan sanya telah lalu; dan yang akan diturunkan itu berkekalan hingga Hari Qiyamat".
Ini membawa maksud bahawa Al-Qur'an yang diturunkan atas Penghulu kita Nabi Muhammad SAW. dengan lidah Jibrail a.s telah lalu yakni telah selesai turunnya pada zaman/masa Nabi manakala Al-Qur'an yang diturunkan atas hati segala AuliaNya daripada sesuatu yang diilhamkan dengan Ilmu Laduni akan berkekalan turunnya hingga hari Qiyamat seperti Hadis yang diisyaratkan dari Sabda Nabi SAW. yang bermaksud;
"Minta petua olehmu akan hati engkau dan jika dipetuakan akan oleh yang mempertuakan".
Ilmu Laduni atau disebut juga sebagai Warid Ilahiyyah akan dilimpahkan ke atas hati Aulia Allah pada waktu jernih hati mereka itu dari sebarang kekeruhan penyakit-penyakit hati seperti lalai, cintakan dunia, syak, waham dan syirik Jali serta Syirik Khofi.
Jiwa atau hati yang menerima Ilmu Laduni akan difahamkan makna-makna Asma-Asma dan Sifat-Sifat Allah di Alam Malakut dan Alam Jabarut. Penyingkapan dan pembukaan ilmu-ilmu hakikat dan makrifat diperolehi mereka apabila bersunyi dengan kekasih mereka itu. Imam Ghazali menegaskan hal "jernih hati" ini dengan istilah "penyempurnaan" sebagaimana berikut;
"Ketahuilah bahawa "ILMU LADUNI" itu adalah penyerapan Nur Ilham yang terjadi selepas penyempurnaan (JIWA) sebagaimana firman Allah yang bermaksud: "Demi satu jiwa serta Yang Menyempurnakannya" (Surah Al-Syams:7).(Lihat Al-Risalatulil Duniyyah untuk keterangan lanjut)"
Dan kata setengah Ariffin(orang-orang sufi yang Arif);
"Telah mempetuakan akan daku oleh hatiku daripada TuhanKu".
Dan kata Abu Yazid Bustomin r.a;
"Kami ambil Ilmu kami dariapada Tuhan Yang Al-Hayul Qayyum La Yamut".
Maka dikata(ditanya) orang baginya;
"Adakah bagimu daripada syahidnya(nas atau dalil) atas katamu itu daripada Kitab dan daripada Sunnah(Rasulullah saw.???"
Maka kata Abu Yazid r.a.;
Bahkan!!! iaitu firman Allah Taala (Wattaqullaha Wayu'allumukumullah) yang bermaksud;
"Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah yang mengajar kamu"
Hadis Nabi SAW. yang bermaksud;
"Barangsiapa mengamalkan/mengerjakan apa-apa ilmu yang diketahuinya nescaya akan dipesakakan akan dia oleh Allah akan Ilmu yang tidak diketahuinya".
Ditanyai orang kepada Sayyidina Ali bin Abu Talib Karramallahu Wajhah;
"Adakah menentukan kamu oleh Rasulullah SAW. dengan suatu ilmu yang diberikan kepada manusia?."
Maka jawabnya(Sayyidina Ali r.a);
"Tiada ada pada kami melainkan memahami kami di dalam Kitabullah dan barang yang di dalam Shohifah. Dan tiada di dalam Shohifah itu melainkan beberapa masail yang berbilang-bilang jua; tiada bergantung baginya pengetahuan(hanya sedikit orang yang dapat faham). Dan sesungguhnya kelakuan sekeliannya(isi dalam Al-Qur'an) pada faham di dalam Kitab yang diturunkan atas segala hati yang suci daripada Agyar."
Ini membawa maksud bahawa hanya mereka yang suci dan bersih hatinya sahaja yang dapat mentafsirkan lautan ilmu pengetahuan dan hikmah di sebaliknya. Tidak hairanlah Imam Ghazali telah menegaskan hal ini dalam Karyanya Al-Risaalatulil Duniyyah sebagaimana berikut;
Al-Quran adalah sesuatu yang paling agung dan paling penting dalam agama. Di dalam Al Quran terdapat kemusykilan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal tiap-tiap orang selain dari orang yang dikurniakan oleh Allah Taala untuk memahami kitabnya.
Dalam hal ini Rasulullah ada bersabda yang bermaksud:
"Tiap-tiap ayat Al Quran itu ada sahaja zahir dan batin dan batinnya itu mempunyai tujuh lapisan pula"
Dalam suatu riwayat yang lain dinyatakan sebagai mempunyai sembilan batinnya.
Rasulullah bersabda lagi dengan maksudnya:
"Tiap-tiap huruf dari huruf-huruf Al-Quran mempunyai had. Maksudmya sama dengan 'Nihayah' yang bermaksud batas) dan tiap-tiap had mempunyai Mutholi'(tempat tinggi untuk meninjau). Allah Taala telah memberitakan dalam Al-Quran mengenai seluruh ilmu, segala maujudah yang nyata dan yang tersembunyi, yang kecil dan yang besar, yang dapat dirasa dan yang dapat difahami oleh akal.
Ini ditunjukkan oleh firmannya yang bermaksud:
Dan tidak(gugur) biji yang basah dan tidak kering melainkan terdapat dalam Kitab yang nyata. (Surah Al-An'am, ayat 59).
Allah berfirman lagi yang bermaksud:
"Supaya mereka perhatikan ayat-ayatnya dan supaya ingat orang-orang yang mempunyai fikiran".(Surah Al-Shod, ayat 29).
Bila Al-Quran itu suatu yang paling agung, ahli-ahli tafsir manakah yang dapat keluar dari ikatannya???.
Ya!!! tiap-tiap dari ahli tafsir hanya dapat menghuraikan Al-Quran menurut tenaga sahaja, menerangkannya sekadar kekuatan akalnya dan menurut kadar isi ilmunya. Dengan kebolehan-kebolehan yang terbatas ini sekalian ahli tafsir itu berkata-kata sedangkan sebenarnya mereka patut berkata bahawa dalam ilmu Al-Quran itu terkandung Ilmu Usul dan Ilmu Furu', Ilmu Syarie' dan Ilmu 'Aqli.
Meskipun begitu ahli tafsir mestilah memandang Al-Quran dari segi bahasa, dari segi perumpaannya, dari segi susunan pengucapan, dari segi tingkat-tingkat nahu, dari segi 'adat Arab, dari segi pendapat hukamah-hukamah, dari segi perkataan ahli tasauf hingga dapat mendekatkan tafsirnya kepada tahkiq. Andainya tafsir itu cuma terbatas setakat suatu segi sahaja dan hanya memberikan keterangan menerusi suatu kepandaian sahaja, tidaklah keterangan itu memuaskan hati dan masih memberi peluang kepada hujah dan alasan dari orang lain untuk menentangnya. (Petikan dari Al-Risaalatulil Duniyyah.)
Dengan keterangan Imam Ghazali ini, mengapakah masih ada golongan ilmuan yang megah dengan ilmunya yang sedikit itu, dengan sewenang-wenangnya mempertikaikan, memperlekehkan dan menuduh mereka itu(Ahli-ahli sufi/Aulia Allah) menyeleweng. Lihatlah sebagai satu contoh bagaimana Aulia Allah mentafsirkan sebahagian daripada ilmu-ilmu yang tersirat di sebalik Kalam Allah itu seperti yang tercatat dalam Kitab Hikam Abi Madyan seperti berikut;
Dan lagi barang yang dinaqal dari Sayyidi Abi Al-abbas Al-Marsi r.a pada (mentafsirkan) firman Allah Taala yang bermaksud;
"Dikeluarkan yang hidup daripada yang mati dan dikeluarkan yang mati daripada yang hidup".
Katanya(Sayyidi Abi Al-abbas Al-Marsi r.a);
Seperti manusia mengerjakan dosa, maka didapatkan dia dengan minta uzur dan Inkishar(dukacita), maka ini "Hidup" dan minta uzur itu( sedar dan mengaku kelemahan dan kejahatan dirinya melakukan dosa serta bertaubat) ialah "keluar ia daripada yang mati". Dan seorang pula mengerjakan banyak amalan taat dan dirobohkan amalan itu dengan Ujub dan bermegah-megah. Maka ini "Mati" iaitu (Ujub dan bermegah-megah) dan maksud "dikeluarkan daripada yang hidup"itu ialah amalan taat yang dikerjakan.
Jadi apakah haq kita untuk melemparkan berbagai-bagai tuduhan yang liar kepada mereka (Ahli Sufi dan Aulia Allah) sedangkan mata hati kita buta malah mati kerana kejahilan kita. Bagaimana terupa mata yang buta dapat menyaksikan seperti apa yang lihat oleh orang yang celik?
Dan bagaimana terupa seorang yang mati(bermegah dengan ilmu yang sedikit) dapat mengkritik perbuatan orang-orang yang hidup?. Fikirkanlah!!! Renungkanlah!!! jika kamu ingin mencapai bahagia wahai orang-orang yang mempunyai fikiran!!!
Bertanyalah (kepada mereka): "Adakah sama orang yang buta dengan orang yang celik? Tidakkah kamu mahu berfikir?"(Al-An'aam:50)
Renunglah dan kajilah jika kamu punya Ilmu Laduni atau Nur Makrifat untuk mentafsir dan mengambil peringatan dari Kalam Allah ini.
Dan (Tuhan berfirman lagi): Sekiranya penduduk negeri itu, beriman serta bertaqwa, tentulah Kami akan membuka kepada mereka (pintu pengurniaan) yang melimpah-limpah berkatnya, dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (Rasul Kami), lalu Kami timpakan mereka dengan azab seksa disebabkan apa yang mereka telah usahakan.Al-A'raaf: 96
Apakah yang dimaksudkan dengan "penduduk negeri itu?"
Apakah yang dimaksudkan dengan "membuka kepada mereka yang melimpah-limpah berkatnya?"
Apakah yang dimaksudkan dengan "dari langit dan bumi?"
Apakah yang dimaksudkan "Rasul Kami?"
"Azab seksa" yang bagaimanakah maksudnya?
Ingatlah akan kata-kata Imam Ghazali ketika memberi responnya kepada orang yang menafikan akan Ilmu Laduni atau Ilmu Terus dari Allah ini sebagaimana berikut;
Ya!...bagaimanakah ia mengetahui ilmu tafsir sedangkan Al-Qur'an adalah suatu lautan besar yang mengandungi segala sesuatu danbukanlah seluruh makna dan hakikat-hakikat tafsirnya tersebut terdapat dalam Kitab-kitab yang terkenal dalam kalangan orang ramai malah tafsir yang sebenarnya bukanlah yang diketahui oleh orang itu".
Jika tidak terdapat dalam Kitab-kitab Tafsir yang Muktabar, di manakah atau pada siapakah atau dengan apakah yang boleh kita kutip mutiara-mutiara ilmu yang terpendam itu?.
Anda patut mengaji Ilmu Tasauf ini secara detail dan amali dari guru yang mengamalkannya atau sekurang-kurangnya membaca berulang-ulang kali Al-Risaalatulil Duniyyah untuk mendapat gambaran secara kasar berkenaan selok-belok dan hal-ahwal ilmu mereka. Dengan itu, anda akan membenarkan dan meyakini dengan sebenar-benar yakin bahawa Ilmu Aulia Allah dan Kaum Sufiah itu adalah Warisatul Ambiya.
Dan lagi kata Imam Ghazali dalam usahanya untuk menjelaskan apakah itu Ilmu Laduni, kedudukan, ketinggian dan kekuatan yang terdapat padanya sebagaimana berikut;
Ilham adalah kesan Wahyu. Wahyu adalah penerangan Urusan Ghoibi manakala Ilham ialahpemaparannya. Ilmu yang didapati menerusi Ilham dinamakan Ilmu Laduni.
Seterusnya sebagai memperlanjutkan perihal Ilmu Laduni ini, berkata lagi Al-Arif Al-Rabbani Kamil Mukamil Wali Qutub Sheikh Abi Madyan r.a.dalam Kitabnya Kanzul Manan;
Dan hasil daripadanya bahawasanya orang yang Salik itu apabila disucikan zhohirnya dan batinnya dan jernih hatinya daripada segala Agyar dengan Jalan Thoriqat Muhammadiyyah, nescaya bersihlah cermin hatinya daripada kekeruhan Kuniyah(dunia dan akhirat) dan hapuslah daripadanya segala karat tulis naksiyah(berbagai-bagai tulisan hati).
Maka jadilah hatinya ahli ketika itu bagi tempat turun Nur Al-Rabaniyyah dan jadi ahlilah ia bagi Musyahadah (memandang akan TuhanNya pada segala zarrah daripada zarrah yang maujud di atas yang berpatutan dengan dia dan dimusyhadahkan "Dan Allah Taala Meliputi bagi tiap-tiap sesuatu".) dan Mukalamah (bercakap-cakap dalam Sirnya).
Dengan itu maka fahamlah ia daripada Al-Qur'an barang(rahsia-rahsia) yang tiada memahami oleh kebanyakan orang lain; dan turunlah pada hatinya makna Asrori(rahsia-rahsia Ketuhanan) yang ditentukan kepadanya dan mendapat ia akan Hukum Rabaniyyah.
Kami lemah, dhoif, haqir lagi hina. Kami banyak buat dosa sedangkan amal sedikit jua. Yang sedikit itu pun banyak cacat cela dan keaiban-keaibannya. Dengan hal diri kami ini, kami tidak mampu untuk sampai ke peringkat-peringkat penghulu sufiah dan Aulia-Aulia Allah. Ilmu mereka jauh tinggi melangit dari kami, Amalan mereka jauh sempurna dari kami.
Kehidupan mereka jauh lebih berkat dari kami. Dari kerana itu, kami hanya ingin menumpang keberkatan dan kesucian mereka. Kami ingin belajar dengan mereka dan mencontohi hal-ahwal perjalanan mereka sekadarkan yang termampu.
Kami tidak akan ragu-ragu dengan ilmu mereka, kami tak pernah memandang rendah tafsir-tafsir Al-Qur'an mereka yang terjelma melalui Kalam-kalam Hikmah mereka malah kami sentiasa memuliakan setiap kalimah pengucapan mereka yang seperti ubat dan penawar kepada jiwa kami yang tenat berpenyakit.
Kami selalu ingat akan pesanan Penghulu-penghulu Tasauf akan peringatan mereka;
"Sekurang-kurang siksa orang yang mengingkari ilmu ini ialah tiada diperasakan Allah Taala akan mereka itu suatu jua pun".
"IA(Allah) mengurniakan hikmah kepada sesiapa yang dikehendaki dan sesiapa yang dikurnia hikmah maka sesungguhnya(bererti) ia telah dikurniakan kebajikan yang banyak dan tidak akan ingat melainkan orang-orang yang berfikiran".(Surah Al-Baqarah;269)
"Bagi setiap ilmu ada ahlinya; dan setiap orang dimudahkan untuk mendapat apa yang diuntukkan baginya"(Imam Ghazali)
Benarlah kata-kata ini kerana jika orang yang buta dan mati mata hati itu akan sentiasa menafikan sesuatu yang mereka tidak lihat dan tidak nampak.
Wallahu A'lam
DALAM KHASANAH MAKRIFAT, PEJALAN SPIRITUAL AKAN BERSINGGUNGAN DENGAN ISTILAH ILMU LADUNI. YAITU PENGETAHUAN YANG DIPEROLEHI TIDAK MELALUI PROSES KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DAN MEMBACA BUKU-BUKU, NAMUN MELALUI PANDANGAN MATA HATI YANG DITERIMA LANGSUNG DARI ALLAH.
Tuhan hanya bisa dikenal jika Dia sendiri berkehendak untuk dikenali. Jika Dia ingin memperkenalkan Diri-Nya... kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan dipersiapkan untuk dilakukan pembersihan. Selanjutnya, Hati hambanya tersebut diterangi dengan CAHAYA atau Nur-Nya. Nur-Nya adalah kendaraan bagi hati untuk sampai ke SISI-Nya.
HATI ADALAH BADAN DAN RUH ADALAH NYAWANYA. RUH PULA YANG LANGSUNG TERKAIT DENGAN TUHAN DAN KETERKAITAN ITU DINAMAKAN AS-SIR (RAHASIA). RUH ADALAH NYAWANYA HATI DAN SIR ADALAH NYAWANYA RUH. BOLEH JUGA DIKATAKAN BAHWA HAKIKAT HATI ADALAH RUH DAN HAKIKAT RUH ADALAH SIR. SIR ATAU RAHASIA YANG SAMPAI KEPADA TUHAN DAN SIR YANG MASUK KE HADRAT-NYA. SIR INILAH MAMPU UNTUK YANG MENGENAL ALLAH KARENA SIR ADALAH HAKIKAT SEMUA YANG BERWUJUD.
Cahaya Ilahi menerangi hati, ruh dan Sir. Cahaya Ilahi akan membuka hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahasia hakikat-hakikat. Cahaya Ilahi berperanan menyingkap tabir hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku atau memahami dari ucapan orang lain belumlah dikatakan mengetahui hakikat yang sebenarnya. Mereka hanyalah menyangka atau mengkhayal sudah mengetahui hakikat padahal sesungguhnya belum.
Hakikat akan diketahui apabila seseorang gigih mendalami pengetahuan tentang hakikat dari perenungan-perenungannya sendiri (berarti dia menggunakan akalnya sebagaimana yang dianjurkan Tuhan dalam agama) dan kemudian mempraktekkannya dalam perbuatan sehari-hari dengan mempertimbangkan dengan hati nuraninya. Ditambah dengan memohon ampunan, memuji Nama Tuhan sebagai pembersih hati. Kemudian bersabar menanti hadirnya sinar kebijaksanaan sambil terus juga berharap.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang karena ada kenyataan Tuhan padanya. Misalnya kita berdiri di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gelita. Apa yang dapat dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari bersinar, akan terlihat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang menghuni bukit itu. Yang terlihat di atas bukit itu menjadi nyata karena diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya mewujudkan yang gelap menjadi benda-benda yang nyata.
Sesungguhnya cahaya hanya satu jenis saja dan datangnya dari sumber yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat karena banyaknya hakikat yang tercermin dari ragam Cahaya Ilahi, sedangkan Cahaya Ilahi datangnya dari cahaya yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.
Kegelapan yang menutupi mata hati menyebabkan hati terpisah daripada kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan kebenaran tidak tertutup. Dalil atau bukti yang dicari bukanlah untuk menyatakan kebenaran tetapi untuk mengeluarkan hati dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang benderang. Cahayalah yang menerangi atau membuka hijab hati.
Nur Ilahi adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya untuk menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila cahaya Ilahi sudah membuka tirai dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Semakin terang cahaya Ilahi yang diterima oleh hati akan menambah jelas kebenaran yang dapat dilihatnya.
Pengetahuan yang diperolehi melalui pandangan mata hati yang bersumber dari Cahaya Ilahi dinamakan ILMU LADUNI ATAU ILMU YANG DITERIMA DARI ALLAH SWT SECARA LANGSUNG. KEKUATAN ILMU YANG DIPEROLEHI BERGANTUNG KEPADA KEKUATAN HATI MENERIMA CAHAYA ILAHI.
Para pejalan spiritual awal yang hatinya belum cukup bersih, maka cahaya Ilahi yang diperolehinya tidak begitu terang. Oleh itu ILMU LADUNI yang diperolehinya masih belum mencapai peringkat yang halus. Pada tahap ini hati terkadang masih mudah goyah dan sewaktu-waktu mengalami kekeliruan. Kadang-kadang hati masih cenderung menuju yang samar-samar dan abu-abu.
Orang yang tataran spiritualnya pada peringkat ini memang perlu mendapatkan bimbingan dan penjelasan dari ahli makrifat yang ilmunya lebih tinggi. Apabila hatinya semakin bersih cahaya Ilahi semakin bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu yang lebih jelas. Lalu hatinya menghadap kepada yang lebih benar, sehinggalah dia menemui kebenaran hakiki.
TERBUKANYA MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA AKAN KEBERADAAN ALLAH. KESAKSIAN MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA KETIADAAN DIRI SELAIN WUJUD NYA. KESAKSIAN HAKIKI MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA ANDA BAHWA HANYA TUHAN YANG WUJUD, TIDAK TERLIHAT LAGI KETIADAAN DAN WUJUD ANDA.
Apabila hati sudah menjadi bersih maka hati akan menyinarkan cahayanya. Cahaya hati ini dinamakan Cahaya Qalbu. Ia akan menerangi AKAL lalu AKAL dapat memikirkan dan merenung tentang HAKIKAT KETUHANAN yang menguasai alam dan juga dirinya sendiri. Renungan akal terhadap dirinya sendiri membuatnya menyadari perjalanan hal-hal ketuhanan yang menguasai dirinya. Kesadaran ini membuatnya merasakan dengan mendalam betapa dekatnya ALLAH dengannya.
Lahirlah di dalam hati nuraninya perasaan bahwa DIA sentiasa mengawasi gerak-gerik kita, mendengar pembicaraan dan mengetahui bisikan hati kita. Jadilah dia seorang yang CERMAT, ELING DAN WASPADA.
Di antara sifat yang dimiliki oleh orang yang sampai kepada MARTABAT ini ialah:
1. CERMAT DALAM MELAKSANAKAN HUKUM TUHAN.
2. HATI TIDAK CENDERUNG KEPADA HARTA, CUKUP DENGAN APA YANG ADA DAN BAHAGIA BILA BISA MEMBANTU ORANG LAIN DENGAN HARTA YANG DIMILIKINYA.
3. BERTAUBAT DENGAN SEBENARNYA (TAUBAT NASUHA) DAN TIDAK KEMBALI LAGI KEPADA KEJAHATAN.
4. RUHANINYA CUKUP KUAT UNTUK MENANGGUNG KESUSAHAN DENGAN SABAR DAN BERTAWAKAL
5. KEHALUSAN RUHANINYA MEMBUATNYA MERASA MALU KEPADA TUHAN DAN MERENDAHKAN DIRI KEPADA-NYA SAJA.
Orang yang taat kepada perintah-NYA senantiasa kuat melakukan ibadah dan meningkatlah kekuatan ruhaninya. Dia akan kuat untuk menyerahkan semua urusan kehidupannya kepada TUHAN saja. Dia tidak lagi takut apapun yang menimpanya. Dia tidak lagi tergantung kepada sesama makhluk. Hatinya teguh dan ikhlas dengan semua ketentuan-NYA.
BAHAYA dan BENCANA SEHEBAT APAPUN tidak lagi menggugat imannya dan KENIKMATAN DUNIA tidak lagi menggelincirkannya. Baginya SUKA dan DUKA, BENCANA dan KEBERUNTUNGAN sama saja, karena ini takdir yang SUDAH DITENTUKAN TUHAN untuknya dan takdir-NYA kepada kita pasti yang terbaik.
Orang yang seperti ini sentiasa di dalam penjagaan TUHAN karena dia telah menyerahkan dirinya kepada TUHAN juga. TUHAN menganugerahi orang ini dengan kemampuan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui Petunjuk Laduni, tidak lagi melalui pikiran, kehendak diri sendiri atau angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi kesan kuat kepada hatinya (kalbunya). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menafikan perwujudan dirinya dan diisbatkannya kepada Wujud ALLAH.
Suasana ini timbul akibat hakikat ketuhanan yang dialami oleh hati.. Dia MERASAKAN benar-benar akan keesaan Allah bukan sekadar mempercayainya. Hakikat sesungguhnya hanya bisa dialami dengan mata hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan TUHAN dan hati merasakan akan keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud-NYA, tidak lagi melihat kepada wujud dirinya.
Orang yang di dalam suasana seperti ini telah transenden dari sifat-sifat kemanusiaan. Orang yang mencapai tingkat ini dikatakan telah mencapai maqam TAUHID SIFAT. Hatinya jelas merasakan bahawa tidak ada yang berkuasa melainkan DIA dan segala sesuatu datangnya dari ALLAH.
Yang perlu digarisbawahi, bahwa perjalanan spiritual manusia akan melalui beberapa tingkatan dalam proses mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan cahaya Qalbu memancar menerangi akalnya. Seorang yang akalnya diterangi cahaya Qalbu akan melihat betapa dekatnya TUHAN. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang dinamakan ILMUL YAQIN.
Pada tahap keduanya mata hati yang telah terbuka. Seseorang tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi melihat dengan mata hati dan mata hati memandang itu dinamakan KASYAF. KASYAF MELAHIRKAN PENGENALAN ATAU MAKRIFAT. Seseorang yang berada di dalam maqam makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperolehi keyakinan yang dinamakan AINUL YAQIN. Pada tahap AINUL YAQIN seseorang telah menceburkan diri di wilayah kegaiban segala sesuatu termasuk dirinya sendiri.
Sheikh Abi Madyan r.a telah memperturunkan Kalam Hikmahnya yang pertama seperti berikut;
"Bermula Al-Qur'an telah diturunkan dan lagi akan diturunkan. Maka yang sudah diturunkan sanya telah lalu; dan yang akan diturunkan itu berkekalan hingga Hari Qiyamat".
Ini membawa maksud bahawa Al-Qur'an yang diturunkan atas Penghulu kita Nabi Muhammad SAW. dengan lidah Jibrail a.s telah lalu yakni telah selesai turunnya pada zaman/masa Nabi manakala Al-Qur'an yang diturunkan atas hati segala AuliaNya daripada sesuatu yang diilhamkan dengan Ilmu Laduni akan berkekalan turunnya hingga hari Qiyamat seperti Hadis yang diisyaratkan dari Sabda Nabi SAW. yang bermaksud;
"Minta petua olehmu akan hati engkau dan jika dipetuakan akan oleh yang mempertuakan".
Ilmu Laduni atau disebut juga sebagai Warid Ilahiyyah akan dilimpahkan ke atas hati Aulia Allah pada waktu jernih hati mereka itu dari sebarang kekeruhan penyakit-penyakit hati seperti lalai, cintakan dunia, syak, waham dan syirik Jali serta Syirik Khofi.
Jiwa atau hati yang menerima Ilmu Laduni akan difahamkan makna-makna Asma-Asma dan Sifat-Sifat Allah di Alam Malakut dan Alam Jabarut. Penyingkapan dan pembukaan ilmu-ilmu hakikat dan makrifat diperolehi mereka apabila bersunyi dengan kekasih mereka itu. Imam Ghazali menegaskan hal "jernih hati" ini dengan istilah "penyempurnaan" sebagaimana berikut;
"Ketahuilah bahawa "ILMU LADUNI" itu adalah penyerapan Nur Ilham yang terjadi selepas penyempurnaan (JIWA) sebagaimana firman Allah yang bermaksud: "Demi satu jiwa serta Yang Menyempurnakannya" (Surah Al-Syams:7).(Lihat Al-Risalatulil Duniyyah untuk keterangan lanjut)"
Dan kata setengah Ariffin(orang-orang sufi yang Arif);
"Telah mempetuakan akan daku oleh hatiku daripada TuhanKu".
Dan kata Abu Yazid Bustomin r.a;
"Kami ambil Ilmu kami dariapada Tuhan Yang Al-Hayul Qayyum La Yamut".
Maka dikata(ditanya) orang baginya;
"Adakah bagimu daripada syahidnya(nas atau dalil) atas katamu itu daripada Kitab dan daripada Sunnah(Rasulullah saw.???"
Maka kata Abu Yazid r.a.;
Bahkan!!! iaitu firman Allah Taala (Wattaqullaha Wayu'allumukumullah) yang bermaksud;
"Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah yang mengajar kamu"
Hadis Nabi SAW. yang bermaksud;
"Barangsiapa mengamalkan/mengerjakan apa-apa ilmu yang diketahuinya nescaya akan dipesakakan akan dia oleh Allah akan Ilmu yang tidak diketahuinya".
Ditanyai orang kepada Sayyidina Ali bin Abu Talib Karramallahu Wajhah;
"Adakah menentukan kamu oleh Rasulullah SAW. dengan suatu ilmu yang diberikan kepada manusia?."
Maka jawabnya(Sayyidina Ali r.a);
"Tiada ada pada kami melainkan memahami kami di dalam Kitabullah dan barang yang di dalam Shohifah. Dan tiada di dalam Shohifah itu melainkan beberapa masail yang berbilang-bilang jua; tiada bergantung baginya pengetahuan(hanya sedikit orang yang dapat faham). Dan sesungguhnya kelakuan sekeliannya(isi dalam Al-Qur'an) pada faham di dalam Kitab yang diturunkan atas segala hati yang suci daripada Agyar."
Ini membawa maksud bahawa hanya mereka yang suci dan bersih hatinya sahaja yang dapat mentafsirkan lautan ilmu pengetahuan dan hikmah di sebaliknya. Tidak hairanlah Imam Ghazali telah menegaskan hal ini dalam Karyanya Al-Risaalatulil Duniyyah sebagaimana berikut;
Al-Quran adalah sesuatu yang paling agung dan paling penting dalam agama. Di dalam Al Quran terdapat kemusykilan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal tiap-tiap orang selain dari orang yang dikurniakan oleh Allah Taala untuk memahami kitabnya.
Dalam hal ini Rasulullah ada bersabda yang bermaksud:
"Tiap-tiap ayat Al Quran itu ada sahaja zahir dan batin dan batinnya itu mempunyai tujuh lapisan pula"
Dalam suatu riwayat yang lain dinyatakan sebagai mempunyai sembilan batinnya.
Rasulullah bersabda lagi dengan maksudnya:
"Tiap-tiap huruf dari huruf-huruf Al-Quran mempunyai had. Maksudmya sama dengan 'Nihayah' yang bermaksud batas) dan tiap-tiap had mempunyai Mutholi'(tempat tinggi untuk meninjau). Allah Taala telah memberitakan dalam Al-Quran mengenai seluruh ilmu, segala maujudah yang nyata dan yang tersembunyi, yang kecil dan yang besar, yang dapat dirasa dan yang dapat difahami oleh akal.
Ini ditunjukkan oleh firmannya yang bermaksud:
Dan tidak(gugur) biji yang basah dan tidak kering melainkan terdapat dalam Kitab yang nyata. (Surah Al-An'am, ayat 59).
Allah berfirman lagi yang bermaksud:
"Supaya mereka perhatikan ayat-ayatnya dan supaya ingat orang-orang yang mempunyai fikiran".(Surah Al-Shod, ayat 29).
Bila Al-Quran itu suatu yang paling agung, ahli-ahli tafsir manakah yang dapat keluar dari ikatannya???.
Ya!!! tiap-tiap dari ahli tafsir hanya dapat menghuraikan Al-Quran menurut tenaga sahaja, menerangkannya sekadar kekuatan akalnya dan menurut kadar isi ilmunya. Dengan kebolehan-kebolehan yang terbatas ini sekalian ahli tafsir itu berkata-kata sedangkan sebenarnya mereka patut berkata bahawa dalam ilmu Al-Quran itu terkandung Ilmu Usul dan Ilmu Furu', Ilmu Syarie' dan Ilmu 'Aqli.
Meskipun begitu ahli tafsir mestilah memandang Al-Quran dari segi bahasa, dari segi perumpaannya, dari segi susunan pengucapan, dari segi tingkat-tingkat nahu, dari segi 'adat Arab, dari segi pendapat hukamah-hukamah, dari segi perkataan ahli tasauf hingga dapat mendekatkan tafsirnya kepada tahkiq. Andainya tafsir itu cuma terbatas setakat suatu segi sahaja dan hanya memberikan keterangan menerusi suatu kepandaian sahaja, tidaklah keterangan itu memuaskan hati dan masih memberi peluang kepada hujah dan alasan dari orang lain untuk menentangnya. (Petikan dari Al-Risaalatulil Duniyyah.)
Dengan keterangan Imam Ghazali ini, mengapakah masih ada golongan ilmuan yang megah dengan ilmunya yang sedikit itu, dengan sewenang-wenangnya mempertikaikan, memperlekehkan dan menuduh mereka itu(Ahli-ahli sufi/Aulia Allah) menyeleweng. Lihatlah sebagai satu contoh bagaimana Aulia Allah mentafsirkan sebahagian daripada ilmu-ilmu yang tersirat di sebalik Kalam Allah itu seperti yang tercatat dalam Kitab Hikam Abi Madyan seperti berikut;
Dan lagi barang yang dinaqal dari Sayyidi Abi Al-abbas Al-Marsi r.a pada (mentafsirkan) firman Allah Taala yang bermaksud;
"Dikeluarkan yang hidup daripada yang mati dan dikeluarkan yang mati daripada yang hidup".
Katanya(Sayyidi Abi Al-abbas Al-Marsi r.a);
Seperti manusia mengerjakan dosa, maka didapatkan dia dengan minta uzur dan Inkishar(dukacita), maka ini "Hidup" dan minta uzur itu( sedar dan mengaku kelemahan dan kejahatan dirinya melakukan dosa serta bertaubat) ialah "keluar ia daripada yang mati". Dan seorang pula mengerjakan banyak amalan taat dan dirobohkan amalan itu dengan Ujub dan bermegah-megah. Maka ini "Mati" iaitu (Ujub dan bermegah-megah) dan maksud "dikeluarkan daripada yang hidup"itu ialah amalan taat yang dikerjakan.
Jadi apakah haq kita untuk melemparkan berbagai-bagai tuduhan yang liar kepada mereka (Ahli Sufi dan Aulia Allah) sedangkan mata hati kita buta malah mati kerana kejahilan kita. Bagaimana terupa mata yang buta dapat menyaksikan seperti apa yang lihat oleh orang yang celik?
Dan bagaimana terupa seorang yang mati(bermegah dengan ilmu yang sedikit) dapat mengkritik perbuatan orang-orang yang hidup?. Fikirkanlah!!! Renungkanlah!!! jika kamu ingin mencapai bahagia wahai orang-orang yang mempunyai fikiran!!!
Bertanyalah (kepada mereka): "Adakah sama orang yang buta dengan orang yang celik? Tidakkah kamu mahu berfikir?"(Al-An'aam:50)
Renunglah dan kajilah jika kamu punya Ilmu Laduni atau Nur Makrifat untuk mentafsir dan mengambil peringatan dari Kalam Allah ini.
Dan (Tuhan berfirman lagi): Sekiranya penduduk negeri itu, beriman serta bertaqwa, tentulah Kami akan membuka kepada mereka (pintu pengurniaan) yang melimpah-limpah berkatnya, dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (Rasul Kami), lalu Kami timpakan mereka dengan azab seksa disebabkan apa yang mereka telah usahakan.Al-A'raaf: 96
Apakah yang dimaksudkan dengan "penduduk negeri itu?"
Apakah yang dimaksudkan dengan "membuka kepada mereka yang melimpah-limpah berkatnya?"
Apakah yang dimaksudkan dengan "dari langit dan bumi?"
Apakah yang dimaksudkan "Rasul Kami?"
"Azab seksa" yang bagaimanakah maksudnya?
Ingatlah akan kata-kata Imam Ghazali ketika memberi responnya kepada orang yang menafikan akan Ilmu Laduni atau Ilmu Terus dari Allah ini sebagaimana berikut;
Ya!...bagaimanakah ia mengetahui ilmu tafsir sedangkan Al-Qur'an adalah suatu lautan besar yang mengandungi segala sesuatu danbukanlah seluruh makna dan hakikat-hakikat tafsirnya tersebut terdapat dalam Kitab-kitab yang terkenal dalam kalangan orang ramai malah tafsir yang sebenarnya bukanlah yang diketahui oleh orang itu".
Jika tidak terdapat dalam Kitab-kitab Tafsir yang Muktabar, di manakah atau pada siapakah atau dengan apakah yang boleh kita kutip mutiara-mutiara ilmu yang terpendam itu?.
Anda patut mengaji Ilmu Tasauf ini secara detail dan amali dari guru yang mengamalkannya atau sekurang-kurangnya membaca berulang-ulang kali Al-Risaalatulil Duniyyah untuk mendapat gambaran secara kasar berkenaan selok-belok dan hal-ahwal ilmu mereka. Dengan itu, anda akan membenarkan dan meyakini dengan sebenar-benar yakin bahawa Ilmu Aulia Allah dan Kaum Sufiah itu adalah Warisatul Ambiya.
Dan lagi kata Imam Ghazali dalam usahanya untuk menjelaskan apakah itu Ilmu Laduni, kedudukan, ketinggian dan kekuatan yang terdapat padanya sebagaimana berikut;
Ilham adalah kesan Wahyu. Wahyu adalah penerangan Urusan Ghoibi manakala Ilham ialahpemaparannya. Ilmu yang didapati menerusi Ilham dinamakan Ilmu Laduni.
Seterusnya sebagai memperlanjutkan perihal Ilmu Laduni ini, berkata lagi Al-Arif Al-Rabbani Kamil Mukamil Wali Qutub Sheikh Abi Madyan r.a.dalam Kitabnya Kanzul Manan;
Dan hasil daripadanya bahawasanya orang yang Salik itu apabila disucikan zhohirnya dan batinnya dan jernih hatinya daripada segala Agyar dengan Jalan Thoriqat Muhammadiyyah, nescaya bersihlah cermin hatinya daripada kekeruhan Kuniyah(dunia dan akhirat) dan hapuslah daripadanya segala karat tulis naksiyah(berbagai-bagai tulisan hati).
Maka jadilah hatinya ahli ketika itu bagi tempat turun Nur Al-Rabaniyyah dan jadi ahlilah ia bagi Musyahadah (memandang akan TuhanNya pada segala zarrah daripada zarrah yang maujud di atas yang berpatutan dengan dia dan dimusyhadahkan "Dan Allah Taala Meliputi bagi tiap-tiap sesuatu".) dan Mukalamah (bercakap-cakap dalam Sirnya).
Dengan itu maka fahamlah ia daripada Al-Qur'an barang(rahsia-rahsia) yang tiada memahami oleh kebanyakan orang lain; dan turunlah pada hatinya makna Asrori(rahsia-rahsia Ketuhanan) yang ditentukan kepadanya dan mendapat ia akan Hukum Rabaniyyah.
Kami lemah, dhoif, haqir lagi hina. Kami banyak buat dosa sedangkan amal sedikit jua. Yang sedikit itu pun banyak cacat cela dan keaiban-keaibannya. Dengan hal diri kami ini, kami tidak mampu untuk sampai ke peringkat-peringkat penghulu sufiah dan Aulia-Aulia Allah. Ilmu mereka jauh tinggi melangit dari kami, Amalan mereka jauh sempurna dari kami.
Kehidupan mereka jauh lebih berkat dari kami. Dari kerana itu, kami hanya ingin menumpang keberkatan dan kesucian mereka. Kami ingin belajar dengan mereka dan mencontohi hal-ahwal perjalanan mereka sekadarkan yang termampu.
Kami tidak akan ragu-ragu dengan ilmu mereka, kami tak pernah memandang rendah tafsir-tafsir Al-Qur'an mereka yang terjelma melalui Kalam-kalam Hikmah mereka malah kami sentiasa memuliakan setiap kalimah pengucapan mereka yang seperti ubat dan penawar kepada jiwa kami yang tenat berpenyakit.
Kami selalu ingat akan pesanan Penghulu-penghulu Tasauf akan peringatan mereka;
"Sekurang-kurang siksa orang yang mengingkari ilmu ini ialah tiada diperasakan Allah Taala akan mereka itu suatu jua pun".
"IA(Allah) mengurniakan hikmah kepada sesiapa yang dikehendaki dan sesiapa yang dikurnia hikmah maka sesungguhnya(bererti) ia telah dikurniakan kebajikan yang banyak dan tidak akan ingat melainkan orang-orang yang berfikiran".(Surah Al-Baqarah;269)
"Bagi setiap ilmu ada ahlinya; dan setiap orang dimudahkan untuk mendapat apa yang diuntukkan baginya"(Imam Ghazali)
Benarlah kata-kata ini kerana jika orang yang buta dan mati mata hati itu akan sentiasa menafikan sesuatu yang mereka tidak lihat dan tidak nampak.
Wallahu A'lam
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.